Oleh : Odelia Orcelina, S.Pd., Gr.
(Guru SDI Mageloo)
CAKRAWALANTT.COM - Membaca merupakan hal penting yang perlu dibudayakan.
Saat ini, di tengah era kemajuan teknologi, aktivitas membaca menjadi kewajiban
yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Membaca dapat menunjang kemampuan
seseorang untuk memahami teks dan menyesuaikannya dengan konteks. Kebiasaan
membaca yang baik dapat mempengaruhi pola pikir dan daya imajinasi seseorang.
Untuk itu, budaya membaca perlu dikembangkan sejak dini.
Di Indonesia, kegiatan membaca berkaitan erat dengan
konsep pendidikan, yakni belajar sepanjang hayat (life long education). Menurut Faradina (2017), membaca dapat
diartikan sebagai kegiatan menerjemahkan dan menginterpretasikan
lambang-lambang atau huruf dalam bahasa yang diresapi oleh pembaca. Kegiatan
membaca berperan penting dalam proses pembelajaran di sekolah karena dapat
menunjang proses transfer ilmu.
Dalam praktiknya, kegiatan membaca harus didukung
dengan minat baca. Minat baca merupakan ketertarikan yang sangat mendalam
terkait kegiatan membaca. Wahadaniah (dalam Artana, 2016) mengartikan minat
baca sebagai suatu perhatian kuat dan mendalam yang disertai dengan perasaan
senang terhadap kegiatan membaca sehingga dapat mengarahkan seseorang untuk membaca
dengan kemauannya sendiri.
Kegiatan membaca yang dilakukan oleh peserta didik secara
rutin dengan minat yang tinggi bisa membantu proses perkembangan daya nalar dan
berpikir kritis. Hal itu akan membantu peningkatan kecakapan literasi peserta
didik. Namun, pada kenyataannya, tidak semua peserta didik memiliki minat
membaca yang tinggi, sehingga berpengaruh pada kecakapan literasi.
Di Sekolah Dasar Inpres (SDI) Mageloo, Kabupaten
Sikka, kemampuan literasi peserta didik masih tergolong rendah. Hal itu
ditunjukkan dengan perolehan rata-rata nilai pretest awal peserta didik yang berada di bawah 40. Dari 20 orang
peserta didik, hanya terdapat 2 peserta didik yang memperoleh nilai 50,
sedangkan yang lainnya hanya memperoleh nilai di bawah 40. Selain itu, peserta
didik juga belum mampu memecahkan suatu permasalahan dalam soal-soal tes.
Persoalan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,
yakni belum adanya pembiasaan membaca, keterbatasan sarana dan prasarana
(perpustakaan), situasi belajar yang kurang mendukung kemajuan literasi, serta
tidak adanya role model dari pendidik
terhadap peserta didik.
Berdasarkan persoalan tersebut, Penulis merasa perlu
melakukan tindak lanjut dengan menggunakan media pohon literasi dalam
pembelajaran. Pohon literasi ini berguna untuk meningkatkan kemampuan literasi
peserta didik. Pohon literasi ini berperan sebagai media pembelajaran yang
terbuat dari kertas yang dibentuk menjadi gambar pohon (2 dimensi) atau bisa
juga terbuat dari ranting pohon kering. Nantinya, ranting tersebut akan
ditambahi dengan beberapa potongan kertas berbentuk daun, bunga, dan buah (3
dimensi).
Pohon literasi dapat meningkatkan minat belajar dan
membaca peserta didik. Kertas dengan warna mencolok yang disematkan dalam pohon
literasi bisa menarik perhatian peserta didik. Ketertarikan tersebut dapat menumbuhkan
minat membaca peserta didik. Selain itu, pohon literasi juga dapat membangun
kreativitas peserta didik.
Awalnya, guru membuat daun dan buah untuk dirangkai
menjadi pohon literasi. Lalu, guru merangkai kalimat dari daun dan buah
tersebut. Guru juga mempraktikkan kegiatan yang berhubungan dengan tema atau
materi pada pohon literasi secara kreatif. Peserta didik juga diarahkan untuk
membuat pohon literasi di dalam kelompok masing-masing dan menggunakan
penalarannya untuk menyelesaikan masalah.
Dalam praktiknya, pohon literasi dapat digunakan
secara individual maupun berkelompok. Adapun langkah-langkah yang dapat
dilakukan sebagai berikut. Pertama, Penulis menyampaikan materi, seperti sistem
organ pernapasan pada manusia. Melalui materi ini, peserta didik dapat
mengidentifikasi organ pernapasan pada manusia dan menunjukkan sistem
pernapasan pada manusia melalui bagan. Pada saat menyampaikan materi, Penulis
telah menyiapkan sebuah pohon kering.
Kedua, Penulis membagi peserta didik ke dalam 4
kelompok. Masing-masing kelompok diberi nama sesuai organ pernapasan pada
manusia, yakni faring, laring, trakea, dan bronkus. Pembagian kelompok tersebut
didasari oleh tingkat kemampuan peserta didik dan jenis kelamin. Masing-masing
kelompok diminta untuk menentukan pengurus guna memperlancar kegiatan diskusi.
Ketiga, Penulis membagikan Lembar Kerja Peserta Didik
(LKPD) berupa bacaan tentang sistem organ pernapasan pada manusia. Penulis juga
membagikan potongan kertas berwarna yang telah dibentuk seperti daun dan buah
untuk diikat pada pohon literasi. Masing-masing kertas daun dan buah diikat
dengan bening kecil. Kemudian, peserta didik secara berkelompok berdiskusi untuk
membaca
dan menuliskan kalimat-kalimat penting yang terdapat dalam bacaan pada
guntingan kertas daun dan buah tersebut.
Keempat, peserta didik
secara berkelompok dan bergantian mempresentasikan hasil diskusi dengan
mengikat potongan kertas daun dan buah pada ranting-ranting pohon. Sedangkan,
beberapanya diminta untuk membaca setiap tulisan yang terdapat pada guntingan
kertas yang berbentuk daun dan buah, serta menanggapi hasil diskusi dari
kelompok lain.
Setelah memanfaatkan
pohon literasi, kemampuan literasi peserta didik mengalami peningkatan dengan
rata-rata nilai sebesar 70. Perubahan yang terjadi ini tidak terlepas dari
meningkatnya minat membaca peserta didik. Di sisi lain, Penulis juga menerapkan
metode pembelajaran terbimbing untuk mendukung peningkatan kemampuan literasi.
Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa pohon literasi berperan sangat efektif untuk
meningkatkan minat membaca peserta didik. Mereka juga dapat belajar berpikir
kritis, aktif, dan kreatif dalam memahami materi pembelajaran. Dengan begitu,
mereka bisa melatih kemampuan berpikir, menganalisa, dan menulis secara
optimal. (MDj/red)
0 Comments