Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

“Gelisah” Menjelma Sekolah Menjadi Ceria

Dokumentasi. Sumber: Arsip Pribadi.

 

Sumba Tengah, CAKRAWALANTT.COM - Segerombolan siswa setengah berlari memasuki gerbang sekolah. Kepala Sekolah dan sejumlah guru berjejer menyambut kedatangan mereka di SMA Negeri 1 Umbu Ratu Nggay Barat Sumba Tengah saban pagi. Mereka berlari kecil, sembari menunduk ke tanah memungut sampah-sampah yang terlihat mata. GeLiSah (Gerakan Lihat Sampah Angkat) adalah slogan yang selalu digaungkan. Membiasakan warga sekolah  untuk mencintai kebersihan lingkungan. Sekolah sehat dan bersih adalah impian bersama.

 

Ibu Cesilia, Ibu Vin, Ibu Rini dan sejumlah guru-guru lainnya selalu mengingatkan motto itu ketika bersua para siswa. Sampai-sampai para siswa terhipnotis dengan apa yang sering digaungkan oleh mereka. Menjaga kebersihan adalah tanggung jawab bersama. Apalagi kesehatan membutuhkan kesabaran dan komitmen untuk mewujudkan.  Sebuah kebaikan yang terus dilakukan hingga berdampak  bagi banyak orang.

 

“Walaupun teman-teman kita yang lainnya masih belum tergerak hatinya untuk menggaungkan kebiasaan baik ini, kita tetap gas terus ya kawan, pokoknya semangat terus, jangan kendor!” begitu kata  Bu Cesilia, Kepala Sekolah berdarah Flores Timur itu sembari menepuk bahu Ibu Vin, guru Kimia juga sebagai guru penggerak pertama di sekolah itu.

 

“Kita perlu terus melakukan kebaikan, sampai kebaikan itu berbuah manis” sambungnya dengan senyuman dan nada optimis.

           

Di sela-sela jam pembelajaran di sekolah yang sedang berlangsung, Kepala Sekolah yang berpostur tinggi itu menengok ke beberapa anakan pohon yang baru ditanam beberapa minggu yang lalu.

 

Terlihat ada kecemasan di raut wajahnya karena kemarin sore segerombolan kambing merumput di tengah lapangan entah mereka masuk dari celah mana, padahal gerbang selalu terkunci rapat pada jam 2 siang selepas kegiatan di sekolah berakhir. Sesekali beliau menunduk mencabut rumput yang mengganggu pertumbuhan tanaman di sepanjang ia berjalan.

 

Hampir tiga tahun melaksanakan tugas kepemimpinan di  sekolah dengan jumlah siswa 450 anak ini, banyak pengalaman yang ia dapat. Menjalankan program-program sekolah memang tidaklah mulus, selalu ada tantangan.



Namun, menurutnya, di sinilah komitmen itu diuji, kesabaran dan kesetiaan diasah.  Menikmati dan menghargai setiap proses yang dilakukan dengan penuh Syukur dan pada akhirnya bisa menerima kebahagiaan itu. Begitu motivasi dan inspirasi yang senantiasa ia ucapkan dalam setiap perbincangan dengan beberapa kawan guru di sela-sela bercengkrama bersama mereka.

 

Sore itu, di tengah dentuman kaki dan teriakan gembira bocah-bocah kecil yang asyik menendang bola plastik andalannya, dari kejauhan di batas pagar sekolah tampak Ibu Cesil memegang batu kecil dan coba melemparkan ke arah segerombolan kambing dengan penuh semangat sedang merumput di pinggiran pagar dan nyaris menghabisi tanaman yang baru ditanam tiga minggu yang lalu.

 

Dukk, sebuah lemparan batunya di sekumpulan  kambing, meski tak mengena tetapi membuatnya mereka lari terbirit-birit bersama gerombolannya. Senyum sinis penuh kepuasan terlihat di wajahnya. Selepas itu terdengar suara Ibu Cesil memanggil pemilik ternak itu, yang juga salah seorang siswa di SMA Negeri 1 Umbu Ratu Nggay Barat.

 

“Wolu ini engko punya kambing, tolong ikat di kandang dulu,” begitu pintanya dalam dialek Sumba.

 

Tidak lama kemudian turun seorang wanita paruh baya dari rumah panggungnya yang beratap alang menghampiri gerombolan kambing yang berlarian di tengah jalan raya.

 

Danimanya Wolu Ibo, lopa hauku wai neya ta Waicugal (Wolu tidak ada Ibu, dia sedang ambil air di mata air Waicugal),” begitu jawab wanita itu tanpa menambahkan pernyataan lain yang menunjukkan kelalaiannya dalam menertibkan ternak piaraannya.

 

Barangkali karena tidak pernah mengenyam pendidikan sehingga sulit baginya untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Sebagai seorang yang berpendidikan Ibu Cesil memilih untuk memaklumi keadaan itu dan berniat akan mengingatkan Wolu keesokan hari di sekolah agar lebih mengawasi ternak-ternak piaraannya.



Dengan keterbatasan pemahaman dan latar belakang pendidikan masyarakat yang rendah terkadang menimbulkan persoalan dalam membangun komunikasi yang baik. Di saat sekolah berupaya menata lingkungan sekolah yang asri dan sehat terkadang dukungan yang didapatkan tidak sesuai harapan.

 

Yah contoh kecilnya seperti kejadian di atas, semua ternak piaraan pemamah rumput dilepaskan begitu saja di halaman sekolah tanpa memperhatikan tanaman-tanaman lain yang sedang dirawat dan dipelihara untuk kerindangan sekolah. Sekalipun sudah diingatkan namun keadaan ini selalu saja terulang.

 

“Sepertinya kita harus melakukan sesuatu untuk mengamankan keadaan lingkungan sekolah kita ini Pak Inyo, kita bangun pagar tembok darurat yang penting tertutup dulu bagian depan sekolah kita,” kata Ibu Cesil memulai diskusinya bersama Wakil Kepala Sekolah urusan Sarana dan Prasarana di sekolah itu.  

 

“Saya tahu ini butuh anggaran yang cukup besar, tapi kita akan libatkan Komite Sekolah dan orang tua siswa untuk membantu kita” lanjutnya. Dan kemudian terlaksanalah rencana pembangunan pagar depan sekolah dengan membangun komunikasi dan kolaborasi  bersama orang tua dan siswa.

 

Dengan perjuangan yang besar dibarengi semangat, kemauan dan kerja keras dalam waktu kurang lebih dua bulan pagar sekolah kami berdiri kokoh sehingga dapat melindungi dari serangan ancaman luar terutama dari hewan-hewan piaraan warga di sekitar sekolah.

 

“Terima kasih ya anak-anakku sudah membantu sekolah dengan membawa sekantong batu-batu kerikil yang dipungut di pinggir jalan, juga untuk Ibu Bapa guru dan pegawai yang sudah berjerih lelah terlibat dan bergotong royong secara aktif bersama siswa dan orang tua dalam menyelesaikan pembangunan pagar sekolah, begitu ucapan terima kasih Kepala Sekolah yang berusia hampir kepala empat itu di dalam apel Jumat sebelum memulai kegiatan Senam Sehat Bersama.

 

Mari kita jaga dan rawat semangat gotong royong dan solidaritas ini untuk kemajuan rumah kedua kita ini, SMANRI Maju Bersama Hebat Semua,” demikian dalam menutup arahannya yang disambut tepuk tangan semangat dari seluruh siswa. 

 

GSS Menjadi Penggerak

 

Mendapat kehormatan sebagai salah satu sekolah binaan Gerakan Sekolah Sehat (GSS) membuat semua warga sekolah semakin bersemangat untuk menerapkan pola hidup sehat. Selain GeLiSah setiap hari, dalam momentum perayaan HUT RI pada Agustus 2024 lalu sekolah bernuansa biru mewah ini mengadakan lomba keindahan dan kreativitas ruang kelas dan ruang kerja guru yang diikuti penuh antusias oleh seluruh siswa bersama wali kelasnya dan para guru.

 

Menurut Ibu Cesil ini bentuk penerapan salah satu gerakan 5 sehat  yaitu Sehat Lingkungan, yang bertujuan untuk memberikan lingkungan belajar yang aman nyaman dan menyenangkan bagi para siswa yang belajar dan guru yang mengajar.

 

Setelah kelas saya dihias dan ditata dengan indah, saya merasa betah dan nyaman apalagi pojok baca kreativitasnya keren, dapat juara 1, dapat hadiah, dapat juga bahagianya,” kesan Nini salah satu siswa kelas X yang memenangkan juara 1 lomba keindahan kelas dalam rangka perayaan HUT ke-79 RI lalu.

 

Bulan Oktober lalu tepatnya pada peringatan Bulan Bahasa dan Sastra, sekolah ini juga menggelar berbagai lomba. Dan pada salah satu lomba Ibu Cesil mengusulkan untuk mengangkat isu dengan tema cinta lingkungan dengan memberdayakan pungutan hasil Gelisah alias sampah menjadi sebuah produk kreatif yang bernilai dan layak untuk ditampilkan.

 

“Jadi untuk ikut dalam lomba Fashion Show Daur Ulang bernuansa etnis nanti, kalian harus benar-benar memberdayakan sampah-sampah tanpa harus mengeluarkan biaya untuk membeli plastik lagi sehingga tidak menambah sampah baru,” begitu penjelasan tambahan Ibu Cesil kepada para siswa saat sosialisasi lomba Bulan Bahasa oleh Panitia Pelaksana tingkat sekolah.



Beberapa hari kemudian, pada suatu sore yang indah terlihat beberapa siswi duduk bersama di lopo, sebuah pondok kecil beratap alang-alang tempat rutinitas literasi membaca para siswa pada pagi hari. Setelah beberapa saat ikut menonton permainan voly  di lapangan, mereka kemudian berbagi tim menyusuri beberapa tempat yang dianggap bisa ditemukan sesuatu yang mereka cari. Secara kebetulan Ibu Kepala Sekolah juga sedang melintasi sebuah area di belakang bak air sekolah. Sambil tersenyum malu-malu mereka menyapa dengan penuh hangat.

 

“selamat sore Mama…”

 

Iya, selamat sore juga, lho kalian buat apa di sini?cari apa?” tanya Ibu Cesil.

 

“Kami ada mau cari-cari plastik yang masih bisa digunakan Mama,” jawab Rani salah satu siswa yang menemani kawannya.

 

Ooo, mau ikut lomba Fashion daur ulang yaa?” pertanyaan penegasan Ibu Cesil membuat mereka melebarkan tawa tipisnya.

 

“Hehehehe, iya Mama,” serempak dua gadis itu menjawab. Kemudian sebelum Ibu Cesil berbalik dengan cepat-cepat mereka memanggil,

 

“Mamaa, di mes ada karung robek yang tidak dipakai ko, kalau Mama tidak pakai lagi boleh kami minta ko Mama,” ujar mereka dengan wajah polos penuh senyuman.

 

Tanpa banyak bicara Ibu Cesil mengangguk dan mengajak mereka menuju ke pondok tinggalnya yang berdinding gedeg bambu berlantai kasar beberapa sudah pecah-pecah yang tadi mereka sebut mes.

 

“Ini karung tempat beras tapi ada bekas gigitan tikus,” Ibu Cesil menyodorkan sambil menunjukkan sobekan karung kuning tersebut.

 

Tapi ini masih bisalah kalau kalian kreatif,” lanjutnya sambil tersenyum.

 

Dan mereka pamit pulang dengan senang sambil membawa gelas-gelas plastik minuman hasil pungutannya yang dibungkus dengan karung kuning.

 

Senin pagi tepatnya tanggal 22 Oktober 2024, Ibu Kepala Sekolah dan warga sekolah yang lain dibuat terpukau dengan penampilan para siswa yang begitu totalnya mengenakan busana daur ulang bernuansa etnis. Tidak disangka produk fashion daur ulang sampah yang mereka hasilkan sungguh luar biasa. Sampah yang berubah menjadi cinderella, kreatif, indah, bernilai, menginspirasi. Seorang gadis berlari kecil sambil berkata saya terlihat sangat cantik dengan karung beras berwarna kuning ini. Gelisah telah menjelma sekolah menjadi ceria.**


Penulis: Cesilia Y. R. D. Kotten, S.Pd.


Post a Comment

0 Comments