Dokumentasi. Sumber: Arsip Pribadi. |
Sumba Tengah, CAKRAWALANTT.COM - Segerombolan
siswa setengah berlari memasuki gerbang sekolah. Kepala Sekolah dan sejumlah
guru berjejer menyambut kedatangan mereka di SMA Negeri 1 Umbu Ratu Nggay Barat
Sumba Tengah saban pagi. Mereka berlari kecil, sembari menunduk ke tanah
memungut sampah-sampah yang terlihat mata. GeLiSah (Gerakan Lihat Sampah
Angkat) adalah slogan yang selalu digaungkan. Membiasakan warga sekolah untuk mencintai kebersihan lingkungan. Sekolah
sehat dan bersih adalah impian bersama.
Ibu
Cesilia, Ibu Vin, Ibu Rini dan sejumlah guru-guru lainnya selalu
mengingatkan motto itu ketika bersua para siswa. Sampai-sampai para siswa
terhipnotis dengan apa yang sering digaungkan oleh mereka.
Menjaga kebersihan adalah
tanggung jawab bersama. Apalagi kesehatan membutuhkan kesabaran dan komitmen
untuk mewujudkan. Sebuah kebaikan yang terus
dilakukan hingga berdampak bagi banyak
orang.
“Walaupun
teman-teman kita yang lainnya masih belum tergerak hatinya untuk menggaungkan
kebiasaan baik ini, kita tetap gas terus ya kawan, pokoknya semangat terus,
jangan kendor!”
begitu kata Bu Cesilia, Kepala Sekolah
berdarah Flores Timur itu sembari menepuk bahu Ibu Vin, guru Kimia juga sebagai
guru penggerak pertama di sekolah itu.
“Kita perlu
terus melakukan kebaikan, sampai kebaikan itu berbuah manis” sambungnya dengan
senyuman dan nada optimis.
Di
sela-sela jam pembelajaran di sekolah yang sedang berlangsung, Kepala Sekolah yang
berpostur tinggi itu menengok ke beberapa anakan pohon yang baru ditanam
beberapa minggu yang lalu.
Terlihat ada
kecemasan di raut wajahnya karena kemarin sore segerombolan kambing merumput di
tengah lapangan entah mereka masuk dari celah mana, padahal gerbang selalu terkunci
rapat pada jam 2 siang selepas kegiatan di sekolah berakhir. Sesekali beliau
menunduk mencabut rumput yang mengganggu pertumbuhan tanaman di sepanjang ia
berjalan.
Hampir tiga
tahun melaksanakan tugas kepemimpinan di
sekolah dengan jumlah siswa 450 anak ini, banyak pengalaman yang ia dapat.
Menjalankan program-program sekolah memang
tidaklah mulus, selalu ada tantangan.
Namun, menurutnya, di sinilah komitmen itu diuji, kesabaran dan kesetiaan
diasah. Menikmati dan menghargai setiap
proses yang dilakukan dengan penuh Syukur dan pada akhirnya bisa menerima
kebahagiaan itu. Begitu motivasi dan inspirasi yang senantiasa ia ucapkan dalam
setiap perbincangan dengan beberapa kawan guru di sela-sela bercengkrama
bersama mereka.
Sore itu, di tengah dentuman kaki dan teriakan gembira
bocah-bocah kecil yang asyik menendang bola plastik andalannya, dari kejauhan
di batas pagar sekolah tampak Ibu Cesil memegang batu kecil dan coba melemparkan
ke arah segerombolan kambing dengan penuh semangat sedang merumput di pinggiran
pagar dan nyaris menghabisi tanaman yang baru ditanam tiga minggu yang lalu.
Dukk, sebuah
lemparan batunya di sekumpulan kambing,
meski tak mengena tetapi membuatnya mereka lari terbirit-birit bersama
gerombolannya. Senyum sinis penuh kepuasan terlihat di wajahnya. Selepas itu
terdengar suara Ibu Cesil memanggil pemilik ternak itu, yang juga salah seorang
siswa di SMA Negeri 1 Umbu Ratu Nggay Barat.
“Wolu ini engko
punya kambing, tolong ikat di kandang dulu,” begitu pintanya dalam dialek Sumba.
Tidak lama
kemudian turun seorang wanita paruh baya dari rumah panggungnya yang beratap
alang menghampiri gerombolan kambing yang berlarian di tengah jalan raya.
“Danimanya
Wolu Ibo, lopa hauku wai neya ta Waicugal (Wolu tidak ada Ibu, dia sedang
ambil air di mata air Waicugal),” begitu jawab wanita itu tanpa menambahkan pernyataan
lain yang menunjukkan kelalaiannya dalam menertibkan ternak piaraannya.
Barangkali
karena tidak pernah mengenyam pendidikan sehingga sulit baginya untuk
berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Sebagai seorang yang berpendidikan Ibu
Cesil memilih untuk memaklumi keadaan itu dan berniat akan mengingatkan Wolu
keesokan hari di sekolah agar lebih mengawasi ternak-ternak piaraannya.
Dengan
keterbatasan pemahaman dan latar belakang pendidikan masyarakat yang rendah
terkadang menimbulkan persoalan dalam membangun komunikasi yang baik. Di saat sekolah
berupaya menata lingkungan sekolah yang asri dan sehat terkadang dukungan yang
didapatkan tidak sesuai harapan.
Yah contoh
kecilnya seperti kejadian di atas, semua ternak piaraan pemamah rumput
dilepaskan begitu saja di halaman sekolah tanpa memperhatikan tanaman-tanaman
lain yang sedang dirawat dan dipelihara untuk kerindangan sekolah. Sekalipun
sudah diingatkan namun keadaan ini selalu saja terulang.
“Sepertinya
kita harus melakukan sesuatu untuk mengamankan keadaan lingkungan sekolah kita
ini Pak Inyo, kita bangun pagar tembok darurat yang penting tertutup dulu
bagian depan sekolah kita,” kata Ibu Cesil memulai diskusinya bersama Wakil
Kepala Sekolah urusan Sarana dan Prasarana di sekolah itu.
“Saya tahu
ini butuh anggaran yang cukup besar, tapi kita akan libatkan Komite Sekolah dan
orang tua siswa untuk membantu kita” lanjutnya. Dan kemudian terlaksanalah
rencana pembangunan pagar depan sekolah dengan membangun komunikasi dan
kolaborasi bersama orang tua dan siswa.
Dengan
perjuangan yang besar dibarengi semangat, kemauan dan kerja keras dalam waktu
kurang lebih dua bulan pagar sekolah kami berdiri kokoh sehingga dapat
melindungi dari serangan ancaman luar terutama dari hewan-hewan piaraan warga di
sekitar sekolah.
“Terima
kasih ya anak-anakku sudah membantu sekolah dengan membawa sekantong batu-batu
kerikil yang dipungut di pinggir jalan, juga untuk Ibu Bapa guru dan pegawai
yang sudah berjerih lelah terlibat dan bergotong royong secara aktif bersama
siswa dan orang tua dalam menyelesaikan pembangunan pagar sekolah,” begitu ucapan
terima kasih Kepala Sekolah yang berusia hampir kepala empat itu di dalam apel
Jumat sebelum memulai kegiatan Senam Sehat Bersama.
“Mari kita jaga dan rawat semangat gotong royong dan
solidaritas ini untuk kemajuan rumah kedua kita ini, SMANRI Maju Bersama Hebat
Semua,” demikian dalam menutup arahannya yang disambut tepuk
tangan semangat dari seluruh siswa.
GSS
Menjadi Penggerak
Mendapat
kehormatan sebagai salah satu sekolah binaan Gerakan Sekolah Sehat (GSS) membuat
semua warga sekolah semakin bersemangat untuk menerapkan pola hidup sehat.
Selain GeLiSah setiap hari, dalam momentum perayaan HUT RI pada Agustus 2024
lalu sekolah bernuansa biru mewah
ini mengadakan lomba keindahan dan kreativitas ruang kelas dan ruang kerja guru
yang diikuti penuh antusias oleh seluruh siswa bersama wali kelasnya dan para
guru.
Menurut Ibu
Cesil ini bentuk penerapan salah satu gerakan 5 sehat yaitu Sehat Lingkungan, yang bertujuan untuk
memberikan lingkungan belajar yang aman nyaman dan menyenangkan bagi para siswa
yang belajar dan guru yang mengajar.
“Setelah kelas saya dihias dan ditata dengan indah,
saya merasa betah dan nyaman apalagi pojok baca kreativitasnya keren, dapat
juara 1, dapat hadiah, dapat juga bahagianya,” kesan Nini salah satu siswa kelas X yang memenangkan
juara 1 lomba keindahan kelas dalam rangka perayaan HUT ke-79 RI lalu.
Bulan
Oktober lalu tepatnya pada peringatan Bulan Bahasa dan Sastra, sekolah ini juga
menggelar berbagai lomba. Dan pada salah satu lomba Ibu Cesil mengusulkan untuk
mengangkat isu dengan tema cinta lingkungan dengan memberdayakan pungutan hasil
Gelisah alias sampah menjadi sebuah produk kreatif yang bernilai dan layak
untuk ditampilkan.
“Jadi untuk
ikut dalam lomba Fashion Show Daur Ulang bernuansa etnis nanti, kalian harus
benar-benar memberdayakan sampah-sampah tanpa harus mengeluarkan biaya untuk
membeli plastik lagi sehingga tidak menambah sampah baru,” begitu penjelasan tambahan Ibu Cesil kepada para
siswa saat sosialisasi lomba Bulan Bahasa oleh Panitia Pelaksana tingkat
sekolah.
Beberapa
hari kemudian, pada suatu sore yang indah terlihat beberapa siswi duduk bersama
di lopo, sebuah pondok kecil beratap alang-alang tempat rutinitas literasi
membaca para siswa pada pagi hari. Setelah beberapa saat ikut menonton
permainan voly di lapangan, mereka
kemudian berbagi tim menyusuri beberapa tempat yang dianggap bisa ditemukan
sesuatu yang mereka cari. Secara kebetulan Ibu Kepala Sekolah juga sedang
melintasi sebuah area di belakang bak air sekolah. Sambil tersenyum malu-malu
mereka menyapa dengan penuh hangat.
“selamat sore
Mama…”
“Iya, selamat sore juga, lho kalian buat apa di
sini?cari apa?” tanya Ibu Cesil.
“Kami ada
mau cari-cari plastik yang masih bisa digunakan Mama,” jawab Rani salah satu siswa yang menemani kawannya.
“Ooo, mau ikut lomba Fashion daur ulang yaa?” pertanyaan
penegasan Ibu Cesil membuat mereka melebarkan tawa tipisnya.
“Hehehehe,
iya Mama,” serempak dua gadis itu menjawab. Kemudian sebelum Ibu Cesil berbalik
dengan cepat-cepat mereka memanggil,
“Mamaa, di
mes ada karung robek yang tidak dipakai ko, kalau Mama tidak pakai lagi boleh kami
minta ko Mama,”
ujar mereka dengan wajah polos penuh senyuman.
Tanpa
banyak bicara Ibu Cesil mengangguk dan mengajak mereka menuju ke pondok
tinggalnya yang berdinding gedeg bambu berlantai kasar beberapa sudah pecah-pecah
yang tadi mereka sebut mes.
“Ini karung
tempat beras tapi ada bekas gigitan tikus,” Ibu Cesil menyodorkan sambil menunjukkan sobekan
karung kuning tersebut.
“Tapi ini masih bisalah kalau kalian kreatif,” lanjutnya
sambil tersenyum.
Dan mereka
pamit pulang dengan senang sambil membawa gelas-gelas plastik minuman hasil
pungutannya yang dibungkus dengan karung kuning.
Senin pagi
tepatnya tanggal 22 Oktober 2024, Ibu Kepala Sekolah dan warga sekolah yang
lain dibuat terpukau dengan penampilan para siswa yang begitu totalnya
mengenakan busana daur ulang bernuansa etnis. Tidak disangka produk fashion
daur ulang sampah yang mereka hasilkan sungguh luar biasa. Sampah yang berubah
menjadi cinderella, kreatif, indah, bernilai, menginspirasi. Seorang gadis berlari
kecil sambil berkata saya terlihat sangat cantik dengan karung beras berwarna
kuning ini. Gelisah telah menjelma sekolah menjadi ceria.**
Penulis: Cesilia Y. R. D.
Kotten, S.Pd.
0 Comments