Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

Catatan Reflektif tentang Dunia Pendidikan



 Oleh : Andreas Aprianus Ropilus Koro, S.Pd.

(Guru SMA Negeri 1 Raijua)



CAKRAWALANTT.COM - Peradaban modern membuat sebagian besar manusia cermat menyiapkan masa depannya. Generasi yang semata memikirkan masa lampau dan hari ini saja dianggap pecundang. Lalu, apa yang membuat manusia terobsesi pada masa depan? Mungkin salah satu dari sekian banyak jawaban ialah kebergantungan manusia pada zona nyaman, ia merasa terganggu ketika hal-hal baru yang mengancam yang datang dari luar dirinya. Alhasil, manusia cenderung selalu memikirkan masa depannya (egosentris). 

 

Tentu, amatlah baik merancang masa depan, sejauh kita tidak terperangkap dalam kecemasan. Jangan sampai terlalu memikirkan masa depan, kita malah tidak sanggup menikmati hari ini. “You can’t changes the past, but you can ruin the present by worrying over the future (Anda tidak dapat mengubah masa lampau, tapi anda merusakkan masa kini dengan merisaukan masa depan)”. Dengan menikmati hari ini, kita tetap memiliki masa depan tanpa harus selalu memusingkannya. Bagaimanapun, masa depan adalah rentetan dari ribuan hari pada masa sekarang. 


"Education is the second sun to its prossessor". Pendidikan adalah seperti matahari kedua bagi pemiliknya demikian sebuah ungkapan klasik Herkleitos. Realitas dunia Pendidikan kita juga kian hari kian mencemaskan yang memperlihatkan sebuah atmosfer pendidikan kita tidak berfungsi lagi sebagai matahari, cahayanya kian hari kian redup lantaran pendidikan kita terbawa dalam arus modernisasi dan hedonisme. 

 

Kondisi tersebut kadang mengabaikan nilai dan moral sehingga output dari pendidikan kita tidak membentuk manusia yang tumbuh secara seimbang, baik dari aspek intelegensi (kecerdasan intelektual) , kecerdasan emosional (psiko-emosional), kecerdasan spiritual (psiko-spiritual), dan kematangan seksual (psiko-seksual).

 

Lagu-lagu yang dibawakan oleh Iwan Fals seperti “Badut” yang berkisah tentang kebohongan politisi, “Bento” yang berbicara tentang kedunguan manusia, dan “Kuda Lumping” yang berbicara tentang manusia yang lupa diri untuk memerangi kebiadaban adalah lirik-lirik yang menggambarkan kegagalan manusia dalam mencari jati dirinya. Artinya, manusia telah kehilangan akal sehatnya. Dunia pendidikan kita sepertinya sudah dipolitisir oleh kaum politisi sehingga ia bertumbuh kerdil.

 

Ada indikasi dari kebijakan politik yang kadang mengorbankan dunia pendidikan kita, di mana yang hanya memperoleh pendidikan formal adalah orang-orang berada (berpenghasilan menengah ke atas) lantaran kaum marginal tetap hidup di bawah himpitan kaum kapitalis.

 

Sebagai salah satu contoh, kaum petani bekerja keras untuk suatu tujuan mulia, yakni menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke Perguruan Tinggi (PT), dengan berusaha menanam tanaman komoditi. Sayangnya, setelah dipanen dan dijual, harganya seenaknya saja ditentukan oleh para pedagang, sedangkan harga bahan pokok kian hari kian melangit.

 

Contoh kecil itu hanya satu dari sekian banyak fenomena yang dialami kaum petani yang tentunya berpengaruh pada dunia pendidikan kita. Sementara itu, pemerintah hanya melihatnya sebatas pada produk kebijakan tanpa mendalaminya secara menyeluruh. Akibatnya, mereka yang berkesusahan secara ekonomi  melihat pendidikan di antara harapan dan kenyataan.

 

Proses pendidikan sebenarnya membutuhkan tiga kancah perjuangan yang perlu ditanamkan dalam diri, yaitu pendidikan dari kita, pendidikan oleh kita, dan pendidikan untuk kita. Ini merupakan proses pembaharuan diri dalam menelaah pendidikan yang termotivasi dari dalam diri sendiri dan didorong oleh motivasi eksternal demi peningkatan mutu pendidikan dalam diri. Oleh karena itu, perlu diperhatikan secara baik bagaimana proses pendidikan yang ditanamkan dalam diri kita.

 

Banyak orang mendefinisikan pendidikan berdasarkan literatur-literatur yang pernah mereka baca tanpa menyadari bahwa pendidikan itu sesungguhnya berasal dari dalam diri sendiri. Hal inilah yang perlu dibenahi oleh setiap kita bahwa sesungguhnya pendidikan berasal dari diri kita dan ditopang oleh lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Setiap perjuangan pribadi, entah itu gagal atau sukses, perlu direfleksikan. Apakah kita sungguh memperhatikan nilai pendidikan dalam diri sendiri ataukah pasif memperhatikan perkembangannya.

 

Sebenarnya, ada potensi-potensi yang perlu dikembangkan demi membangun perkembangan diri yang seimbang dan cerdas secara intelek, emosional, seksual, dan sebagainya. Namun, banyak orang belum menyadari potensi-potensi tersebut untuk dikembangkan demi kemajuan diri yang berdampak positif bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar. 

 

Lebih lanjut, dalam perjuangan kita untuk menata pendidikan senantiasa ada pertanyaan yang muncul. Biasanya, setiap kita seperti berada pada persimpangan jalan dengan banyak arah saat memberikan jawaban. Kita dituntut untuk bersikap bijaksana dalam menentukan pilihan. Untuk itu, perlu adanya kemauan untuk mengembangkan potensi dalam diri.

 

Persoalan sekarang ialah kepada siapa pendidikan itu akan diterapkan. Dalam penerapan pendidikan untuk diri sendiri, pasti ada banyak persoalan atau kesulitan yang dialami. Namun, apapun persolan atau kesulitannya, kita harus mampu menghadapinya dengan sikap mawas diri. Kita dituntut untuk memaknai persoalan dan kesulitan tersebut, apalagi sebagai guru yang berperan sebagai penggerak pendidikan.

 

Berguru untuk diri sendiri berarti memaknai pendidikan untuk diri sendiri demi kemajuan diri dan perkembangan dunia pendidikan. Setiap kita diharapkan secara terus menerus mengembangkan dunia pendidikan.

 

Pendidikan harus menjadi sebuah literatur hidup untuk dipelajari. Pendidikan dari kita, oleh kita, dan untuk kita selalu menjadi landasan kehidupan. Untuk itu, kita harus mampu membangun dan mengembangkan dunia pendidikan secara lebih berkualitas. Sukseskan dunia pendidikan selagi kita mampu untuk mempelajari dan membagikannya kepada orang lain. (MDj/red) 


Post a Comment

2 Comments

  1. Memang benar kondisi pendidikan hari ini sungguh miris semua orang melihat sekolah sebagai lahan bisnis dan politik yang empuk untuk merusak generasi muda

    ReplyDelete
  2. Sngat bermanfaat , dpat menambah wawasan bgi pembaca mengenai pendidikan yang efesiensi 😇

    ReplyDelete