Oleh : Yohana H. Ratih, S.Pd.
(Guru SMAK St. Fransiskus Xaverius
Ruteng)
CAKRAWALANTT.COM - Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin pesat berlangsung. Hadirnya media informasi dan komunikasi
interaktif, seperti facebook, blog, instagram, dan lain sebagainya, menjadi tanda majunya perkembangan
teknologi. Media-media sosial tersebut membuat proses publikasi semakin mudah
dilakukan sebab semakin terbukanya ruang-ruang ekspresi.
Kottler dan Keller (2016) mendefinisikan media sosial sebagai
media yang digunakan oleh konsumen untuk berbagi teks, gambar, suara, video,
dan informasi dengan orang lain. Di dalamnya, semua orang bisa menjangkau dan
memperoleh informasi dan ruang ekspresi dengan mudah. Hal ini memacu semangat
menulis di kalangan penggunanya guna menarasikan setiap momen, pengalaman,
maupun pengetahuan tanpa batasan ruang dan waktu.
Kegiatan menulis berperan sebagai sarana untuk
menyampaikan pesan dan informasi kepada khalayak. Menurut Abbas (2006),
keterampilan menulis merupakan kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan
perasaan kepada pihak lain melalui bahasa tulis. Maka dari itu, menulis masuk
ke dalam empat keterampilan berbahasa yang wajib dipelajari, didalami, dan
dikuasai oleh setiap orang tanpa terkecuali.
Sebagai keterampilan berbahasa, menulis tidak lahir dan
tumbuh begitu saja. Keterampilan menulis lahir dari proses pembiasaan yang
konsisten. Ia juga berkaitan erat dengan tiga keterampilan berbahasa lainnya,
yakni mendengarkan/menyimak, berbicara, dan membaca. Artinya, seseorang bisa
memiliki keterampilan menulis yang baik apabila menguasai tiga keterampilan
berbahasa tersebut.
Namun, pada kenyataannya, menulis masih dianggap sulit
oleh banyak orang. Bahkan, tidak semua orang bisa menulis dengan baik, sebab
minimnya keterampilan untuk menulis. Hal ini juga terjadi di kalangan peserta
didik Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) St. Fransiskus Xaverius Ruteng,
Kabupaten Manggarai. Kondisi ini sangat nampak dalam proses pembelajaran bahasa
Indonesia di dalam kelas.
Sebagian peserta didik sulit menulis teks sederhana,
baik sastra maupun nonsastra, apabila dimintai oleh guru. Mereka kerap
kebingungan dalam menentukan topik dan isi teks. Mereka juga kesulitan untuk
menyelaraskan setiap kalimat yang sudah ditulis. Padahal, setiap tujuan akhir
pembelajaran menuntut keterampilan peserta didik untuk dapat menulis berbagai
teks. Akibatnya, tidak sedikit peserta didik yang membuat plagiasi dengan menyalin
teks utuh dari internet.
Kondisi sulit ini sebenarnya disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti minimnya minat membaca, kebiasaan mengakses internet, dan kurangnya
teladan (role model) di kalangan
peserta didik. Jarangnya kebiasaan membaca membuat peserta didik sulit menyusun
teks dan memilih diksi yang tepat karena minimnya kosakata. Sementara itu,
akses internet yang tiada batas membuat para peserta didik mudah melakukan
plagiasi. Sedangkan, tidaknya teladan membuat mereka tidak mendapatkan motivasi
untuk menulis.
Persoalan tersebut harus diatasi dengan solusi yang
efektif, konsisten, dan berkelanjutan. Solusi yang diberikan harus mampu
meningkatkan minat membaca dan menulis, kemampuan memulai kalimat, dan
kapasitas perbendaharaan kata. Adapun beberapa solusi yang dapat diimplementasikan
sebagai berikut.
Pertama, mendorong pemanfaatan internet sebagai media
belajar menulis yang efisien dan menyenangkan. Misalnya, penggunaan aplikasi turnitin dalam menguji keaslian karya
tulis peserta didik, pemanfaatan aplikasi wattpad
dan perpustakaan digital sebagai sumber membaca, serta penayangan video dan
gambar terkait teks untuk meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik.
Pemanfaatan internet sebagai media belajar yang tepat dapat mengasah
keterampilan menulis peserta didik dengan maksimal.
Kedua, menerapkan metode tutur sebaya. Tutor sebaya
melibatkan dan memberdayakan peserta didik yang memiliki kemampuan dan keterampilan
menulis untuk terlibat aktif dalam membagikan pengetahuan dan pengalaman mereka
bagi peserta didik lain yang belum maksimal. Mereka akan dibagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil dan bertindak sebagai tutor. Mereka dapat menjadi
teladan (role model) bagi
teman-temannya agar termotivasi untuk menulis dan menghasilkan karya tulis yang
bermutu.
Ketiga, mengadakan literasi bergilir. Dalam kegiatan
ini, setiap peserta didik wajib membaca dan menyimak berbagai tipe teks.
Kemudian, mereka saling membagikan pesan atau informasi yang terdapat di dalam
teks tersebut di dalam kelas. Hal ini wajib dilakukan selama 15 menit sebelum
membahas materi pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan membaca, menyimak, dan
mempresentasikan hasil bacaan, masing-masing peserta didik dapat memahami isi
bacaan dan menyampaikan pesan atau informasi dengan gaya bahasanya sendiri.
Keempat, menggelar unjuk karya. Kegiatan ini dilakukan
selama dua minggu sekali. Hasil dari kegiatan membaca, berbagi, berdiskusi, dan
menyimak informasi dari bahan bacaan dalam pembelajaran bahasa Indonesia
dibuktikan dalam bentuk karya. Dalam satu kelas, peserta didik bebas memilih
karya yang akan ditulis, seperti motivasi, karya sastra, teks nonsastra, dan
teks lainnya. Karya-karya tersebut dikumpulkan setiap dua minggu sekali sesuai
hari yang telah disepakati. Nantinya, semua itu dapat dibaca dan dievaluasi
oleh semua peserta didik.
Solusi-solusi tersebut dianggap ampuh menyelesaikan
persoalan yang dihadapi. Buktinya, peserta didik dapat menyiapkan dan
menyampaikan hasil bacaan, menyimak, dan bahkan menulis dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dari kegiatan unjuk karya. Selain itu, mereka juga mulai
membangun kebiasaan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis secara rutin.
Tidak jarang, mereka merangkum hasil presentasi, menulis karya dari informasi yang
diterima, serta menghasilkan berbagai jenis teks sesuai perasaan dan pikiran
yang kritis dan kreatif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
menulis sebenarnya bukanlah hal yang sulit. Kegiatan menulis bisa dilakukan
kapan dan di mana saja apabila seseorang telah menguasai keterampilan
mendengarkan/menyimak, berbicara, dan membaca dengan baik. Semua itu berkaitan
erat dengan perbendaharaan kata atau kosakata yang mempengaruhi kemampuan
menulis seseorang.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya setiap orang,
terutama peserta didik, membiasakan kegiatan membaca dalam keseharian, sebab
keabadian raga hanya bisa lestari dalam narasi yang tertuang dalam
lembaran-lembaran aksara. (MDj/red)
1 Comments
Role model mungkin bisa dimulai dari guru yang sering mempublikasikan tulisannya... Tulisan yang mantap
ReplyDelete