Pose bersama. |
Sikka, CAKRAWALANTT.COM - Semangat
dan dedikasi untuk bergerak bersama memajukan pendidikan melalui gerakan
Merdeka Belajar menjadi catatan penting dalam diskusi antara Iwan Syahril
selaku Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Guru Penggerak Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT), di Capa Resort Maumere, Selasa (6/5/2024) malam.
Diskusi yang dihadiri oleh puluhan Guru Penggerak yang sudah diangkat menjadi kepala sekolah dan pengawas sekolah di Kabupaten Sikka tersebut berlangsung sangat intim dan dipenuhi dengan cerita-cerita menarik mengenai perjuangan mereka melakukan transformasi pendidikan.
Elisabet
Gaso, Guru Penggerak Angkatan 1, menceritakan bagaimana lika-liku perjuangannya
mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, mulai dari penolakan kepala sekolah terhadap
keikutsertaan dalam program tersebut dan praktik baik yang dilakukannya, sampai
pada usahanya untuk membuktikan bahwa program yang sedang diikutinya akan berdampak
baik pada satuan pendidikannya.
“Setelah
dikasih izin (mengikuti Pendidikan Guru Penggerak), nyatanya kepala sekolah
tidak rela. Merdeka Belajar itu apa sih? Guru Penggerak itu apa? Bergerak ke
sana kemari. Tapi saya selalu berprinsip setiap program yang diluncurkan
pemerintah pasti ada niat khusus. Jadi saya terus belajar,” kenang Elisabet
yang saat ini sudah menjadi seorang pengawas Sekolah.
Penolakan
juga datang saat Elisabet akan melakukan aksi untuk menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi di sekolah TK tempat ia mengajar. Tapi ia tidak patah arang, ia
terus melakukan aksi dan praktik baik yang dipelajarinya selama pendidikan di
sekolah tempatnya mengajar, sampai kepala sekolah mengakui bahwa program yang
sedang diikutinya benar-benar telah membuat perubahan di sekolahnya.
“Saya
ikuti betul-betul Program Guru Penggerak, banyak aksi dan praktik baik yang saya
lakukan di sekolah, jadilah diakui. Dan saya berjalan mulus sampai lulus
sembilan bulan mengikuti pendidikan. Saya diangkat jadi pengawas, saya berupaya
bergerak dengan niat yang baik, banyak sekolah yang sudah mengenal apa itu
Merdeka Belajar di depan kecamatan di Sikka,” terangnya.
Elisabet
mengakui, dengan mengikuti Pendidikan Guru Penggerak ia bisa saling belajar dan
berbagi bersama guru-guru dari satuan pendidikan jenjang berbeda, dan teman seangkatannya
kompak untuk saling berbagi pengetahuan yang dimiliki masing-masing.
“Waktu
itu saya hanya punya modal pembelajaran sosial emosional, karena itu ada di TK,
dan kami berkolaborasi. Saya waktu itu tidak bisa buat video, saya belajar pada
teman-teman yang jenjangnya lebih tinggi,” katanya.
Menjadi
Senang Belajar
Ana
Aprila. Guru Penggerak yang saat ini menjadi pengawas SMP turut mengakui apa
yang sudah ia terima dalam Pendidikan Guru Penggerak sangat membantunya baik
ketika menjadi guru dan menjadi pengawas. Prosesnya selama mengikuti
program tersebut telah memberikannya beragam kesadaran. Mulai dari
kesadaran mengenai tujuan menjadi seorang guru, sampai pada kesadaran
bahwa perubahan zaman dan percepatan teknologi harus membuat guru
berbenah dan berubah.
“Saya
benar-benar mendapat manfaat, di mana menjadikan saya guru yang mempunyai
motif altruistik, tulus dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Selanjutnya saya
juga menjadi guru yang sedang belajar. Saya berpikir, kalau kita tidak
mengikuti perubahan, perubahan itu akan meninggalkan kita,” kata Ana.
Ana
juga mengisahkan, ketika mengikuti Pendidikan Guru Penggerak ia diamanahkan
menjadi pelaksana tugas (Plt) kepala sekolah di sekolah yang baru berdiri, dan
salah satu materi yang sangat dirasa membantunya saat mengemban amanah itu adalah
pengelolaan program berdasarkan aset. Dari materi itu ia berusaha menerapkan
pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman sekarang untuk melahirkan murid
dengan Profil Pelajar Pancasila.
“Saya
berusaha mengajak guru untuk senang belajar dan memiliki nilai dan peran sebagai
Guru Penggerak. Di sana guru-gurunya honor semua, tapi saya bangkitkan semangat
mereka, ada spirit dari guru penggerak yang memampukan saya untuk mengajak dengan
senang hati guru-guru honor itu tentang Kurikulum Merdeka,” kenang Ana sewaktu
ia menjadi Plt di SMP Negeri 46 Nangahale.
“Kita
belajar dibantu oleh PMM (Platform Merdeka mengajar), kita jadi senang belajar.
Belajar Kurikulum Merdeka itu apa, apa gunanya Merdeka Belajar, dan dalam refleksi
tahun depannya saat mendaftar Kurikulum Merdeka kami direkomendasikan untuk memilih
Mandiri Berbagi,” terang Ana mengatakan bahwa sekolahnya merupakan satu-satunya
di Kabupaten Sikka yang direkomendasikan untuk memilih opsi Mandiri Berbagi
dalam penerapan Kurikulum Merdeka.
Spirit
dari Guru Penggerak yang ditularkan kepada guru-guru di sekolah tersebut juga
telah membuat guru-guru gemar untuk mengakses PMM. Setiap ada waktu kosong guru-guru
akan mengakses PMM, bahkan di rumah mereka terus belajar PMM.
“Mereka
bahkan merancang kelasnya berbentuk letter u. Pembelajaran berdiferensiasi
mereka mulai dengan pemetaan kebutuhan. Guru Bimbingan Konseling melakukan
asesmen. Waktu itu mereka melakukan asesmen inventori minat, kecerdasan majemuk.
Tidak punya psikolog tapi kita inventori saja. Menanyakan hobi anak, cita-cita
anak, lalu ditempel di dinding sebagai hiasan profil anak,” kenang Ana
dengan bahagia.
Bergerak
dan Saling Menguatkan
Menanggapi
beragam cerita praktik baik dari Guru Penggerak Kabupaten Sikka, Iwan
Syahril selaku Dirjen PAUD Dikdasmen mengatakan bahwa meskipun sebagian besar
Guru Penggerak sudah menjadi kepala sekolah dan pengawas sekolah, akan
tetapi esensi para guru tersebut adalah seorang pendidik. Ia mengajak
para Guru Penggerak yang sudah mendapat amanah dan jabatan untuk jangan
sampai berpikir secara birokratis dan struktural.
“Menjadi
pendidikan itu adalah sebuah profesi. Profesi itu esensinya menjadi pendidik.
Peran struktural hanya sementara. Buatlah ekosistem Guru Penggerak yang sudah
terbangun menjadi saling menguatkan,” kata Iwan sembari mengingatkan bahwa mereka
yang belum mendapat amanah untuk tidak berkecil hati dan saling mendukung.
Iwan
juga menegaskan bahwa Guru Penggerak harus saling menguatkan apapun peran
yang diberikan. Kolektif di Kabupaten Sikka, terang Iwan, harus mengingatkan
satu dengan lainnya bahwa tujuan seorang guru lebih besar dari tujuan
diri sendiri atau kelompok. Dengan begitu, apapun persoalan yang dialami
oleh masing-masing guru, mereka akan lebih jernih dalam melihat solusi
dan mencari strategi dalam setiap persoalan yang dihadapi.
“Guru
Penggerak itu dididik untuk menjadi pemimpin, dan saat ini ekosistem butuh pemimpin
yang mengambil keputusan yang berpihak kepada murid. Pasti ada situasi tidak
nyaman di setiap sekolah. Tapi ingatkan satu sama lain, tapi kita butuh ibu
dan bapak untuk menjalankan peran menjadi pemimpin di sebuah sekolah,
atau pengawas untuk beberapa sekolah, sehingga ekosistem kita maju lebih
baik secara bersama-sama,” terang Iwan bahwa pendidikan Indonesia sudah
harus mulai menghilangkan paradigma yang paling unggul, tapi harus
unggul bersama, dan saling membantu untuk maju bersama-sama. (BPMP NTT/MDj/red)
0 Comments