Ilustrasi biaya kuliah. |
Jakarta, CAKRAWALANTT.COM - Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas
Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito, memimpin Rapat Koordinasi
Persiapan Program Dana Kuliah Bergulir, di Kantor Kemenko PMK, pada Kamis
(7/3/2024).
Rakor ini diinisiasi untuk menyikapi kerisauan
bersama perihal ramainya pemberitaan (viral) terkait penolakan mahasiswa untuk
melakukan pembayaran UKT melalui cicilan Pinjaman online (pinjol), dan
banyaknya keluhan mahasiswa terkait tingginya UKT, atau penetapan UKT yang
tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi sesungguhnya dari mahasiswa.
"Saat ini kita sedang mencoba berbagai
skenario dalam meningkatkan APK Perguruan Tinggi sehingga perlu dilakukan
pemetaan potensi pembiayaan pendidikan tinggi. Tidak hanya pemerintah, namun
juga pihak swasta dan lembaga filantropi. Kita menyadari bahwa APK perguruan
tinggi tidak hanya ditentukan dari aspek pembiayaan, namun aspek pembiayaan
adalah salah satu yang utama,” ungkap Warsito.
Warsito menerangkan, masalah pembiayaan juga
memengaruhi Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi. Berdasarkan data
BPS 2023, APK Pendidikan Tinggi Indonesia adalah 31,45%, tertinggal dari
Malaysia 43%, Thailand 49,29%, Singapura 91,09%. Rasio lulusan S2 dan S3 juga
rendah, yaitu 0,45%, tertinggal dibandingkan Malaysia dan Vietnam 2,43%.
Sedangkan target APK Pendidikan Tinggi di tahun 2035 adalah 45% dan di tahun
2045 adalah 60%.
Kemudian, berdasarkan catatan Kemendikbudristek
tahun 2023, total jumlah komulatif penerima Bidikmisi dan KIP Kuliah sejak
tahun 2010 mencapai 916.827 mahasiswa dengan biaya sebesar Rp.
11.766.300.101.526,-. Kemudian LPDP yang saat ini sedang membiayai 200.000
mahasiswa di dalam dan luar negeri, dan Beasiswa Pendidikan Indonesia untuk
6.236 mahasiswa.
Warsito menjelaskan, pemerintah dan pihak swasta
melalui program CSR, termasuk dari Bank Syariah Indonesia, serta filantropi
telah melakukan upaya membantu masyarakat berpenghasilan rendah mengakses
pendidkan tinggi melalui berbagai mekanisme beasiswa. Meskipun sudah banyak
model beasiswa yang dikembangkan namun belum mampu memenuhi kebutuhan dalam
upaya mengejar target 40% APK Pendidikan Tinggi di tahun 2035.
Baznas memberikan perspektif bahwa potensi ZIS
di Indonesia yang dapat dihimpun sebenarnya mampun mencapai di atas angka
Rp327T, namun saat ini baru mencapai Rp22,4T. Dana tersebut dimanfaatkan
diberbagi bidang sesuai dengan ketetapan undang-undang, sedangkan yang
dimanfaatkan untuk Pendidikan sekitar Rp410,7M.
Saat ini, pemerintah juga sedang membahas konsep
pembiayaan kuliah Income-Contingent Loan
(ICL), yang merupakan pinjaman berbasis pendapatan, dimana saat kuliah
mahasiswa dipinjami oleh Pemerintah dan kemudian pelunasannya dapat dibayarkan
pada saat mahasiswa tersebut sudah memiliki penghasilan yang baik. Skema
pinjaman ini juga berbunga ringan seperti KUR namun jangka waktu relatif lama.
Rapat koordinasi ini merupakan diskusi awal
untuk membahas perlunya upaya lain sebagai perluasan bantuan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah untuk mendapatkan pendidikan tinggi sehingga dapat
mendongkrak capaian APK Pendidikan Tinggi. Juga untuk mendorong konvergensi
semua program bantuan atau beasiswa Pendidikan tinggi.
Warsito menekankan salah satu mekanisme yang
dapat dikembangkan adalah model Beasiswa bertanggung jawab Dana Kuliah Bergulir
(DKB) yang dananya berasal dari filantropi. Dana kuliah bergulir ini adalah
pinjaman biaya kuliah yang cicilan pembayarannya dapat dimulai saat mahasiswa
telah lulus dan berpenghasilan baik, serta tanpa bunga, dimana model beasiswa
ini akan menyasar kelompok masyarakat pada kategori Desil 4-5.
Pada rapat koordinasi ini hadir sebagai
pembicara; Ngatari, Direktur Retail Banking Bank Syariah Indonesia (BSI);
Mukhamad Mahdum, Wakil ketua BAZNAS; Hermanto Siregar, Forum Rektor Indonesia;
dan Anton Rahmadi, Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbudristek. Rapat
juga dihadiri oleh perwakilan dari Ditjen Dikti Kemendikbudristek, Badan
Kebijakan Fiskal (BKF), LLDIKTI III, dan perwakilan beberapa lembaga
filantropi. (Kemenko PMK/MDj/red)
0 Comments