Oleh : Ambrosia Pilomena Nate, S.Pd.
(Guru SDK St. Arnoldus Penfui-Kupang)
CAKRAWALANTT.COM - “Membaca dapat membuka cakrawala pengetahuan”. Kutipan
tersebut merupakan sebuah afirmasi bahwa dengan membaca, seseorang dapat
mengetahui banyak hal. Pengetahuan yang diperoleh tersebut tentu bersumber pada
bahan bacaan yang dibaca dan dianalisis sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
pembaca. Hal itu secara tidak langsung menunjang pembentukan pola pemikiran
yang logis, kritis, dan kreatif dalam menyikapi kenyataan (realitas).
Dalam bukunya yang berjudul Kosakata Bahasa Indonesia, Gorys Keraf (1994), mendefinisikan
membaca sebagai proses atau kegiatan yang mengandung unsur fisik dan mental
yang dapat memberikan makna dari simbol-simbol visual. Pemaknaan tersebut tentu
bertujuan untuk membantu seseorang dalam melihat fenomena sekitar, menganalisis
persoalan, dan memecahkan masalah sesuai pengetahuan yang diperolehnya dari
kegiatan membaca.
Secara umum, keterampilan/kemampuan membaca masuk ke
dalam kelompok keterampilan berbahasa. Selain itu, membaca juga menjadi bagian penting
dalam literasi dasar yang berkaitan dengan keaksaraan. Dalam dunia pendidikan, membaca
dianggap sebagai salah satu aspek penting yang harus dikuasai dan dibiasakan
oleh para peserta didik. Dengan begitu, proses transfer ilmu dalam kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
Namun, pada kenyataannya, tidak semua peserta didik
dapat membaca dengan baik, bahkan jarang diminati, padahal kegiatan membaca
dapat memberikan beragam referensi belajar. Kondisi tersebut juga terjadi di Sekolah
Dasar Katolik (SDK) St. Arnoldus Penfui, Kota Kupang. Di kelas III, terdapat 3
peserta didik yang belum lancar membaca akibat ketidakmampuan dalam membedakan
dan mengeja huruf. Hal itu tentu berdampak pada proses pembelajaran.
Persoalan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,
yakni rendahnya semangat membaca peserta didik, kurang berkembangannya budaya
literasi di lingkungan sekolah, serta minimnya pengawasan orang tua terhadap
keberlanjutan proses belajar anak di lingkungan keluarga. Faktor-faktor
penyebab tersebut tentu memengaruhi tingkat penguasaan dan kemampuan peserta
didik dalam membaca.
Untuk mengatasi persoalan di atas, maka Penulis
menggunakan media kartu kata sebagai sarana belajar bagi peserta didik untuk
mengenal dan mengeja huruf dengan baik. Penggunaan kartu kata dapat mendukung
terciptanya pembelajaran yang menyenangkan. Para peserta didik dapat belajar
sembari bermain dengan media kartu kata. Menurut Hakim (2020), kartu kata dapat
dibentuk sesuai dengan kreativitas pendidik (guru) dan kebutuhan peserta didik,
dimana di dalam kartu tersebut, terdapat huruf-huruf vokal/konsonan atau
satu/dua suku kata.
Sebelum memainkan kartu kata dalam kegiatan
pembelajaran, Penulis melakukan beberapa tahapan pembuatan kartu kata sesuai
kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penulis akan menginventaris dan menentukan
kata-kata yang akan diajarkan sesuai tema, misalnya “Menjaga Kebersihan Badan”.
Kemudian, Penulis membuat kartu kata dan kartu suku
kata. Misalnya, kata man dan di, maka akan terdapat dua kartu suku
kata yang dibuat dari kertas origami berwarna yang dipotong menyerupai persegi
panjang. Sehabis itu, Penulis menempelkan kartu kata tersebut pada papan
panjang.
Setelah membuat kartu kata, Penulis menggunakannya
dalam kegiatan pembelajaran melalui tahapan berikut. Pertama, Penulis meminta
para peserta didik untuk menyebutkan kata-kata yang berkaitan dengan tema,
misalnya “Menjaga Kebersihan Badan”. Setiap kata yang disebutkan oleh peserta
didik akan ditempelkan pada papan panjang. Kemudian, para peserta didik diminta
untuk mengucapkan ulang kata-kata tersebut secara bersama-sama.
Kedua, Penulis meminta para peserta didik untuk
menempelkan kartu kata pada papan pajangan secara bergantian. Kemudian, Penulis
menyebutkan beberapa kata dan menyuruh salah satu dari antara mereka untuk
mencari kartu kata serta menempelkan kata-kata yang disebutkan sesuai dengan
tema. Hal ini dilakukan secara berulang sehingga semua peserta didik, terutama
yang belum lancar membaca, bisa memperoleh kesempatan yang sama.
Ketiga, Penulis mengadakan kompetisi atau babak
rebutan. Pada tahap ini, Penulis membagi papan pajangan menjadi tiga bagian. Kemudian,
Penulis menyebutkan kata-kata dan memberikan kesempatan kepada para peserta
didik untuk berebut jawaban. Peserta didik yang memperoleh kartu kata terbanyak
akan diberikan apresiasi. Setelah itu, Penulis dan para peserta didik
membacakan secara bersama-sama kata-kata yang telah terpajang.
Permainan kartu dalam proses pembelajaran memberikan
banyak dampak positif. Penulis menemukan adanya perubahan yang dialami oleh
para peserta didik. Mereka bisa mengenal dan membedakan huruf berdasarkan
bentuk dan bunyinya. Mereka juga dapat menyambung huruf menjadi suku kata dan
kata. Secara perlahan, mereka menjadi lebih bersemangat dalam belajar dan dapat
meningkatkan keterampilan/kemampuan membaca.
Penggunaan media kartu kata dalam pembelajaran sangat
bermanfaat, terutama untuk membantu para peserta didik yang belum
terampil/mampu membaca dengan baik. Dengan bermain sambil belajar, guru dapat
mengarahkan para peserta didik untuk mendalami materi pembelajaran secara baik.
Tanpa disadari, mereka dapat merekam dan mengingat berbagai asupan materi yang
telah dipelajari.
Semua itu tentu didukung oleh media pembelajaran yang
kreatif. Dengan demikian, belajar sambil bermain adalah opsi yang kreatif untuk
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan serta mencapai hasil yang lebih
memuaskan. (MDj/red)
0 Comments