Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Dosen Program Studi Akuntansi Universitas Katolik Widya Mandira mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Pemaknaan dan Dasar Penetapan Belis di Suku Manggarai” yang dilaksanakan di Ruang Senat, Lantai 2, Gedung Rektorat UNWIRA, pada Jumat, (08/12/2023). Diskusi ini turut dihadiri oleh para Pemangku Adat Suku Manggarai, yakni Frans Ganggas, Simon Sa’at, Antonius Djehemat, dan Fransiskus Bustan, serta para dosen UNWIRA.
Dr. Yolinda Yanti Sonbay, M.Sc., salah satu peserta pada kegiatan FGD, menggarisbawahi tujuan dari kegiatan tersebut. Alumnus Universitas Airlangga ini menyatakan bahwa inti diskusi yang digelar terebut ialah penelitian mendalam tentang biaya sosial adat, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), serta melihat kaitannya dengan fenomena kemiskinan di wilayah NTT.
“Biaya sosial adat itu cukup banyak, salah satunya belis. Oleh karena itu, kami memilih untuk memfokuskan penelitian pada belis di Manggarai karena melihatnya sebagai sesuatu yang menarik untuk dikaji,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Rektor UNWIRA, Pater. Dr. Philipus Tule, SVD., menyampaikan bahwa praktik pemberian belis telah menjadi praktik yang umum dalam berbagai masyarakat di Nusantara.
“Belis memiliki terminologi yang berbeda dalam berbagai bahasa dan dialek, seperti Bridepric dalam bahasa Inggris. Bahkan dalam bahasa daerah, istilahnya juga bervariasi. Distorsi mulai terjadi karena kita menerjemahkan bahasa asing ke bahasa Indonesia, yang seharusnya ungkapan keaslian itu ada di dalam bahasa daerah,” paparnya.
Lebih lanjut, Pater Philipus menambahkan bahwa sebagai orang NTT yang pernah mempelajari ilmu antropologi budaya dan pernah terlibat beberapa kali dalam urusan pembelisan, beliau ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang belis dari perspektif antropologi.
Pater Philipus juga berharap agar pemahaman dan pengalaman yang dibagikan dalam diskusi ini dapat dipertimbangkan bersama masukan dari seluruh peserta FGD. Tujuannya untuk menemukan makna belis yang luhur, mulia dan asasi, serta membebaskan distorsi pemaknaan yang mengarah kepada fenomena ekonomisasi nilai budaya saling memberi atau gift and counter-gift. (Ocha Saru/Rio Ambasan/MDj/red)
0 Comments