(Dokumentasi kegiatan) |
Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Kegiatan Lokakarya
Berbagi Praktik Baik Model Pengembangan Kompetensi Guru oleh Mitra Pembangunan
yang diinisiasi oleh Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) masih berlangsung di hari kedua, Selasa (9/8/2023), di Hotel Aston Kupang. Pada hari kedua,
fokus diskusi menjadi lebih mengerucut ke dalam sesi berbagi praktik baik.
Para mitra pembangunan pendidikan yang mengemban tugas
dalam peningkatan mutu pendidikan masih berkumpul di Hotel Aston, Kota Kupang.
Seusai sarapan pagi, mereka mendengarkan sharing
pengalaman dan praktik baik yang dipaparkan oleh Inovasi NTT, mitra pembangunan
pendidikan yang sangat konsen pada isu pendidikan, terkhususnya di Pulau Sumba.
Provinsial Manajer (PM) Inovasi NTT, Hironimus Sugi,
bersama beberapa jajarannya, memberikan beberapa poin penting terkait pemetaan
kontribusi Inovasi pada model kompetensi guru.
Inovasi sendiri, sejak tahun 2017-2023, memiliki
beberapa program rintisan dan Problem
Driven Iterative Adaptation (PDIA) sebagai pendekatan Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dalam Program Inovasi.
“PDIA itu memiliki tahapan eksplorasi, implementasi,
dan evaluasi. Kontribusi Inovasi dalam setiap tahapan pun berpengaruh atau
memiliki peran penting dalam pengembangan kompetensi guru, baik pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional,” ujar salah satu anggota Tim Inovasi NTT.
Diskusi dan berbagi praktik baik bersama para mitra pembangunan pendidikan tersebut memang diarahkan untuk lebih memerhatikan dan menekankan model pengembangan kompetensi guru. Guru sebagai penggerak (driver) pembelajaran harus memiliki kapasitas atau kemampuan yang mumpuni dalam tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.
Namun, dalam praktiknya, kemampuan dan kapasitas itu
tidak hanya terkurung dalam dunia
guru itu sendiri, tetapi harus diaktualisasikan pada ruang pembelajaran secara
kontekstual, sehingga bermanfaat bagi peningkatan mutu peserta didik, baik di
bidang literasi, numerasi, dan pembangunan karakter.
Setelah pemaparan dari Tim Inovasi NTT, pihak BGP NTT
memberikan arahan kepada para mitra pembangunan pendidikan untuk memetakan
fokus pengembangan kompetesi guru yang sudah atau tengah dilakukan pada
masing-masing kelompok binaan.
Merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru terdiri atas kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi-kompetensi itu saling berhubungan dan harus menjadi satu kesatuan yang terintegrasi dalam diri para guru.
Guru harus mampu mengelola pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik guna mencapai tujuan pembelajaran (kompetensi pedagogik). Pribadi seorang guru harus matang dan berakhlak
mulia agar bisa menjadi teladan bagi peserta didik sesuai kode etik profesinya
(kompetensi kepribadian).
Guru pun wajib membangun komunikasi yang intens
bersama orang tua, sesama guru, dan lingkungan sekitarnya (kompetensi sosial). Kemudian, secara profesional, seorang guru
harus mampu menguasai dan mengembangkan materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai bidang kelilmuannya (kompetensi
profesional).
Dalam proses pemetaan, para mitra pembangunan
pendidikan harus mampu menyesuaikan program dan pergerakkannya sesuai
kompetensi-kompetensi tersebut. Untuk itu, para mitra dibagi ke dalam beberapa
kelompok diskusi sesuai bidang kajian dan program yang tengah dilakukan di
lokasi binaan masing-masing.
Suluh Intan Lestari (SIL), Yayasan Wahana Komunikasi
Wanita (YWKW), dan Unicef masuk ke dalam kelompok kompetensi pedagogik. Child Fund,
Stimulan, dan Yayasan Pustakan Pensi Indonesia (Yaspensi) masuk ke dalam
kelompok kompetensi kepribadian. Sumba Integrated Development, Taman Bacaan
Pelangi, dan CIS Timor masuk ke dalam kelompok kompetensi sosial. Inovasi NTT,
Yayasan Lentera Anak Indonesia (YLHI), Cakrawala NTT, dan Yayasan Save The
Children (YSTC) masuk ke dalam kelompok kompetensi profesional.
Dalam sharing pengalaman
praktik baik, terdapat begitu banyak inovasi dan terobosan yang sudah atau
tengah dilakukan oleh para mitra pembangunan.
Dalam kompetensi pedagogik misalnya, ada kelompok
mitra pembangunan yang mendorong penggunaan bahasa ibu atau bahasa daerah untuk
membantu proses transfer ilmu dalam pembelajaran. Selain sebagai media
komunikasi, penggunaan bahasa ibu bisa berguna bagi pelestarian budaya.
Kemudian, dalam kompetensi sosial, ada kelompok mitra
pembangunan yang sangat mengedepankan pendidikan iklusif. Dengan model
pendidikan itu, guru dapat melihat dunia pendidikan secara holistik dan
egaliter. Artinya, semua anak, seperti apapun keadaannya, harus memperoleh
pendidikan secara adil, sehingga penyelenggaraan pembelajaran harus kontekstual
dan terbuka.
Lebih lanjut, dalam kompetensi kepribadian, ada
kelompok mitra pembangunan yang membiasakan disiplin positif di lingkungan
sekolah. Melalui penerapan disiplin positif, guru dapat menerapkan nilai-nilai
kedisiplinan tanpa kekerasan dan ancaman. Atau dengan kata lain, guru harus
melibatkan proses komunikasi yang intens dalam membangun karakter anak.
Di sisi senada, dalam kompetensi profesional, ada
kelompok mitra pembangunan yang menekankan pentingnya literasi di kalangan guru
dan pengembangan pembelajaran berbasis digital. Literasi tentunya menjadi topik
menarik yang harus didiskusikan, sebab dengan literasi yang baik, seorang guru dapat
mendalami konten pembelajaran, mewujudkan strategi pembelajaran yang efektif,
serta mengembangkan kurikulum secara baik.
Pemetaan dan diskusi berbagi praktik di antara para
mitra pembangunan pendidikan tersebut berlangsung dengan sangat alot. Terdapat begitu
banyak hal positif yang saling berkaitan di antara program kerja masing-masing
mitra. Hal itu tentunya tidak menutup kemungkinan terjadinya kolaborasi di
antara para mitra untuk bergerak bersama dalam memajukan pendidikan di Provinsi
NTT.
Praktik-praktik baik yang dilakukan oleh para mitra
tersebut sangat penting dalam mewujudkan dunia pendidikan (NTT) yang lebih
baik. Pendidikan dapat berjalan dengan baik apabila guru sebagai penggerak
dapat diandalkan dan berdaya guna (competence),
berempati kepada orang lain (compassion),
dan memiliki kesadaran moral (conscience).
Untuk itu, guru harus menjadi subyek utama dalam memajukan dunia pendidikan.
Pada akhirnya, sesuai kondisi saat ini, guru dituntut
untuk kompeten dan profesional dalam bidangnya masing-masing, apalagi dengan
diberlakukannya kebijakan Merdeka Belajar. Guru harus mampu menciptakan
pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik agar benar-benar merdeka
dalam belajar dan menentukan pilihan belajarnya.
Dengan begitu, terjawab sudah impian Ki Hajar Dewantara, yakni guru harus mampu menjadi teladan (ing ngarsa sung tuladha), membangun ide dan proses belajar yang baik (ing madya mangun karsa), serta memberikan dorongan dan arahan yang positif (tut wuri handayani). Atau dengan kata lain, guru harus bergerak, tergerak, dan menggerakkan. (MDj/red)
0 Comments