Oleh : Wilfridus Moy, S.Pd.,Gr.
(Guru SMP Negeri Satu Atap Bubun,
Malaka)
CAKRAWALANTT.COM - Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan hidup selalu
menjadi prioritas utama guna bertahan hidup. Orang tua bahkan anak-anak selalu
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan berbagai cara, misalnya bekerja. Kebutuhan
hidup, seperti pangan, sandang, dan papan, harus diutamakan agar
keberlangsungan hidup dapat terjaga. Untuk itu, setiap individu harus menjaga
ketahanannya, baik secara individual maupun kelompok (keluarga), dengan terus
bekerja dan menghasilkan sesuatu.
Kondisi tersebut juga terlihat dalam kehidupan
masyarakat Bubun, Desa Tunmat, Kabupaten Malaka. Mayoritas masyarakat Bubun
bekerja sebagai petani guna menafkahi dan memenuhi kebutuhan hidup. Di sisi
lain, anak-anak Bubun juga mengenyam pendidikan di 2 sekolah yang terletak di
tengah kampung, yakni SDI Bubun dan SMP Negeri Satu Atap Bubun. Meski masih
terbatas secara fasilitas, seperti teknologi dan jaringan internet, anak-anak
tetap dapat memperoleh informasi dan pengetahuan yang menunjang proses
pembelajaran sehari-hari.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari, pemenuhan tuntutan
pendidikan dan kebutuhan hidup di kalangan anak-anak tidak berlangsung secara
seimbang dan sesuai porsi. Anak-anak terkadang (harus) membantu orang tuanya di
sawah untuk bertani. Bahkan, ketika musim panen, mereka lebih memilih
menghabiskan waktunya di sawah ketimbang sekolah. Akibatnya, proses
pembelajaran menjadi terganggu. Hal itu tentu berpengaruh pada penguasaan dan
pendalaman materi pelajaran, peningkatan kecakapan intelektual dan karakter,
serta pencapaian hasil belajar.
Persoalan tersebut sering terjadi di SMP Negeri Satu
Atap Bubun. Tingkat kehadiran peserta didik di tiap kelas (kadang) tidak
mencapai 100%, sebab banyaknya permohonan izin untuk membantu proses panenan
atau sekedar menjaga sawah dari serangan hama. Bukan hanya sehari, tetapi dua hingga
tiga hari. Peserta didik pun tidak fokus mengenyam pendidikan, sebab harus
membantu orang tuanya memenuhi kebutuhan hidup. Mereka tentu mengalami dilema
antara memenuhi tuntutan pendidikan atau kebutuhan hidup.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka dibutuhkan
strategi yang tepat. Strategi berasal dari kata Yunani, strategos, yang berarti jenderal atau secara harafiah berarti seni
dan jenderal. Secara khusus, strategi adalah penempatan misi perusahaan,
penetapan sasaran organisasi dengan mengikat kekuatan eksternal dan internal, serta
perumusan kebijakan dan strategi tertentu dalam mencapai sasaran dan memastikan
implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi bisa
tercapai.
Menurut Alfred Chandler, strategi merupakan penetapan
sasaran dan arahan tindakan serta alokasi sumber daya yang diperlukan untuk
mencapai tujuan (Siregar, 2018). Sedangkan, Kenneth Andrew mendefinisikan
strategi sebagai pola sasaran, maksud dan tujuan kebijakan, serta rencana. Rencana
dianggap penting untuk mencapai tujuan.
Dalam konteks pendidikan, salah satu strategi yang
bisa digunakan untuk menyatukan tuntutan pendidikan dan kebutuhan hidup peserta
didik adalah dengan memaksimalkan kerja-kerja OSIS. OSIS atau Organisasi Siswa
Intra Sekolah adalah sebuah organisasi resmi satu-satunya di sekolah yang
diakui oleh Kementerian Pendidikan sejak 21 Maret 1970. OSIS memiliki peran
sebagai penggerak peserta didik agar aktif berkontribusi dalam lingkungan
sekolah. Melalui wadah OSIS, peserta didik juga dapat mengembangkan minat,
bakat, serta potensinya secara baik.
Guna menekan angka tidak masuk sekolah akibat
pemenuhan kebutuhan hidup, maka OSIS dapat melakukan kolaborasi dengan
memberlakukan “Program Belajar Menanam dan Belajar Memanen”. Program tersebut
bisa dilakukan melalui beberapa tahapan berikut.
Pertama, peserta didik wajib mempelajari cara
menanam dan memanen dengan baik. Peserta didik harus belajar secara mandiri dan
maksimal terkait proses penanaman, bagaimana membersihkan hama, sampai pada
tahap memanen.
Kedua, tahap pelaksanaan. Pada tahap ini, peserta didik langsung terlibat bersama para petani di sawah. Mereka akan mempelajari lika-liku profesi sebagai petani hingga proses bertani yang benar. Dengan keterlibatan peserta didik, waktu menanam atau memanen akan lebih cepat dan biaya atau pengeluaran pun menjadi lebih murah. Hal itu pun berpengaruh pada hasil panen yang diperoleh. Pihak sekolah pun harus mengatur jadwal sesuai dengan pesanan para petani.
Ketiga, tahap evaluasi. Setelah “Program Belajar Menanam dan Belajar Memanen” dijalankan selama satu semester, maka dilakukan evaluasi bersama. Dari kegiatan tersebut, diperoleh fakta bahwa para peserta didik tidak hanya memperoleh dana melalui OSIS, tetapi juga praktik baik selama belajar bertani di sawah. Selain itu, program tersebut juga mampu memberikan manfaat yang baik bagi para petani sehingga saling menguntungkan.
Dengan menerapkan “Program Belajar Menanam dan Belajar
Memanen”, maka peserta didik dapat membantu orang tuanya pada sore hari, yakni
pukul 15.00-17.00 Wita. Bahkan, mulai pada bulan ketiga, dalam sehari, mereka
bisa melayani lebih dari petani dalam waktu 2 jam.
Hal ini menandakan bahwa program ini berhasil membawa
peserta didik dari sekolah menuju kehidupan nyata, sehingga porsi penyerapan
teori dan penerapan praktik dapat berjalan secara seimbang. Untuk itu, dapat
disimpulkan bahwa dengan melibatkan peserta didik ke dalam aksi nyata, maka segala
persoalan dapat teratasi dengan baik. (red)
0 Comments