Oleh : Maria Ngole, S.Pd.
(Guru SMPK Rokatenda, Palue-Sikka)
CAKRAWALANTT.COM - Semua
orang selalu membutuhkan bahasa sebagai media untuk berkomunikasi. Tanpa bahasa,
upaya penyampaian pesan dan proses interaksi tidak dapat berjalan dengan baik.
Dalam bukunya Teaching Children Foreign
Language, Finocchiaro melihat bahasa sebagai suatu sistem vokal yang
arbiter dan memungkinkan semua orang dalam uatu kebudayaan tertentu atau orang
lain yang telah mempelajari sistem kebudayaan tersebut untuk saling
berkomunikasi.
Pentingnya
bahasa sebagai media atau alat komunikasi juga ditekankan dalam dunia
pendidikan. Di Indonesia, Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menjadi salah satu
pelajaran bahasa yang wajib didalami dan dikuasai oleh peserta didik. Hal itu
meliputi aspek mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Menulis,
sebagai salah satu dari empat aspek kebahasaan, harus dimiliki oleh seseorang
sebagai kompetensi sekaligus menjadi
pendidikan dasar (Depdiknas, 2006 : 317).
Menulis
sebenarnya merujuk pada kegiatan menuangkan gagasan, pikiran, dana perasaan
seseorang melalui sebuah coretan pena pada kertas yang berisi makna atau maksud
tertentu. Dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia, aktivitas menulis juga
wajib dilakukan oleh peserta didik, salah satunya adalah menulis teks
deskripsi. Kata deskripsi, secara etimologis, berasal dari kata Latin describere yang berarti menggambarkan
atau memberikan penjelasan terhadap suatu hal.
Pada
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, kemampuan menulis teks deskripsi adalah salah
satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Artinya, semua
peserta didik harus terampil dan mampu menulis teks deskriptif, sehingga dapat
mendukung eksistensi bahasa sebagai alat komunikasi.
Namun,
berdasarkan hasil pengamatan Penulis di kelas VII SMPK Rokatenda, Palue,
Kabupaten Sikka, masih terdapat sebagian peserta didik yang belum mampu menulis
teks deskripsi dengan baik. Hasil pekerjaan peserta didik pun belum begitu
memuaskan sebab penggunaan bahasa secara tulisan belum baik dan benar. Hal itu
disebabkan karena proses pembelajaran yang umumnya masih berpusat pada guru (teacher centered), kurangnya inovas
dalam pembelajaran, dan rendahnya motivasi peserta didik untuk belajar.
Untuk
mengatasi persoalan tersebut, dibutuhkan inovasi pembelajaran melalui
penggunaan media belajar dan metode pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan,
seperti penggunaan media gambar, guna merangsang keingintahuan peserta didik
sekaligus memberikan motivasi dalam memahami sebuah materi pelajaran. Media gambar
juga sangat relevan dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan,
tidak membosankan, dan bisa memacu kreativitas.
Salah
satu model pembelajaran yang berorientasi keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)
yang bisa digunakan untuk mengatasi persoalan di atas adalah discovery learning. Model pembelajaran
ini mendorong peserta didik untuk mengorganisasikan pemahaman mengenai
informasi secara mandiri. Peserta didik tidak hanya berperan sebagai konsumen,
tetapi juga aktif menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri.
Menurut
Brunner (dalam Suherti, 2017 : 53), model discovery
learning merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan
dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual peserta didik serta
merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka.
Adapun
langkah-langkah penerapan model pembelajaran discovery learning dalam konteks penulisan teks deskripsi adalah
sebagai berikut.
Pertama, pemberian rangsangan (stimulation). Pada tahap ini, peserta
didik diarahkan untuk mengamati gambar yang disajikan oleh guru. Penulis kemudian
menuntun para peserta didik untuk menemukan sendiri apa yang akan ditulis
berdasarkan rumusan 5 W + 1 H (What, Who, Where,
When, Why, dan How) atau yang
sering dikenal dengan istilah “ADIKSIMBA” sesuai gambar yang dipaparkan,
misalnya gambar sebuah pemandangan.
Tujuan
penggunaan media gambar tersebut adalah untuk merangsang atau menstimulus
kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan menemukan kata atau kalimat
yang akan digunakan untuk menulis teks. Pada tahap ini juga, Penulis akan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling berdiskusi terkait
informasi yang ditemukan pada gambar tersebut.
Kedua, mengidentifikasi masalah. Pada kegiatan ini, Penulis
mulai menjelaskan bagaimana langkah-langkah dalam menulis teks deskripsi. Peserta
didik diharapkan untuk mendengarkan dengan cermat apa yang disampaikan oleh
Penulis dan kemudian mulai mengidentifikasi langkah-langkah menulis teks
deskripsi dan contoh kerangka teks.
Ketiga, pengumpulan data (data collection). Pada tahapan ini, peserta didik dituntun oleh
guru untuk berdiskusi dengan teman dengan tujuan agar dapat menemukan
pokok-pokok informasi yang ada pada gambar yang disajikan dan mulai menulis
kerangka teks.
Keempat, pembuktian (verification). Pada langkah pembuktian ini, peserta didik secara
mandiri menulis teks deskripsi terhadap objek gambar yang disajikan oleh
Penulis.
Setelah
menerapkan langkah-langkah tersebut, Penulis menemukan hasil yang memuaskan. Peserta
didik tampak lebih aktif dalam menulis teks deskripsi dan bahkan ikut bekerja
sama dalam menyelesaikan masalah yang diberikan guru (dalam hal ini Penulis).
Berdasarkan
uraian di atas, maka Penulis menyimpulkan pembelajaran dengan model discovery berbantuan media gambar layak
dijadikan sebagai pembelajaran yang berorientasikan High Order Thingking (HOTS)/Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi,
sebab dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami dan mentransfer
pengetahuan, berpikir kritis, dan menyelesaikan masalah. (MDj/red)
0 Comments