Oleh : Reynard Alexander Koenunu
(Siswa SMA Katolik Giovanni Kupang)
Budaya Membaca Bagi Dunia Modern
CAKRAWALANTT.COM - Di
zaman ini, setiap orang dituntut untuk dapat membaca. Membaca tidak semata menjadi
kewajiban untuk pemenuhan tugas akademik tertentu, tetapi sudah menjadi kebutuhan
untuk menghadapi setiap perubahan yang ada. Menurut Rozin (2008), membaca
merupakan kegiatan positif yang dilakukan untuk melatih otak agar dapat
menyerap segala informasi dalam waktu tertentu.
Kini,
selain menjadi kebutuhan, kegiatan membaca mulai bertransformasi menjadi budaya
atau kultur baru di tengah masyarakat. Dalam dunia yang serba maju dan modern
saat ini, budaya membaca sangatlah penting. Jika budaya membaca seseorang
berkembang dengan baik, maka dirinya dapat beradaptasi dan berkomunikasi secara
baik pula dengan orang lain. Selain itu, budaya membaca yang baik turut
memberikan kontribusi bagi masyarakat.
Hal
itu tentunya didukung oleh manfaat-manfaat nyata yang dirasakan dari kegiatan
membaca, dimana seseorang dapat meningkatkan kualitas intelektualitasnya,
ketajaman berpikir kritis, dan mampu melihat fenomena di sekitarnya dengan
baik. Dengan kata lain, kegiatan membaca dapat mendorong dan membentuk
seseorang menjadi pribadi yang berbudi luhur.
Pudarnya Budaya Membaca dan Ancaman yang
Menanti
Di
sisi lain, bila menelisik lebih jauh, maka akan terlihat fakta baru di balik
kegiatan membaca. Meskipun budaya membaca begitu penting dan bermanfaat, tetapi
masih banyak anggota masyarakat, terutama di Indonesia, yang belum menyadari
hal itu. Bayangkan saja, menurut hasil penelitian Unesco, disebutkan bahwa
minat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001% atau dari 1000 orang Indonesia
hanya 1 orang saja yang gemar membaca setiap harinya.
Mirisnya,
dari perkiraan segi infrastruktur yang mendukung untuk membaca, Indonesia
memiliki kemampuan yang cukup untuk mengembangkan budaya membaca. Pudarnya membaca
di kalangan masyarakat Indonesia tentu menimbulkan berbagai permasalahan, baik
di masa kini maupun di masa yang akan datang.
Kenyataan
tersebut bisa menjadi salah satu alasan maraknya penyebaran informasi bohong (hoax) di tengah masyarakat. Rendahnya budaya
membaca mengakibatkan sebagian anggota masyarakat hanya menerima dan
mengonsumsi informasi secara tidak utuh atau setengah-setengah. Mereka cenderung
melihat informasi dari atas permukaan tanpa mengonfirmasi isi dan makna yang
terkandung di dalamnya. Akibatnya, masyarakat menjadi terbelah dan mudah diadu
domba, sehingga bisa menimbulkan konflik atau masalah.
Contohnya
saja, pada masa pandemi Covid-19 yang lalu, pernah beredar hoax tentang vaksin yang mengandung gen atau zat yang berbahaya. Padahal,
vaksin tersebut disiapkan langsung oleh negara dan telah melalui berbagai
riset. Masyarakat pun dengan mudahnya percaya dengan informasi negatif tentang
vaksin tersebut. Banyak terjadi penolakan terhadap kebijakan vaksinasi
tersebut, sehingga menghambat upaya pemerintah untuk mempercepat pemulihan
pasca Covid-19.
Tidak
hanya itu, rendahnya budaya membaca turut mempengaruhi daya selektif dan
analisis seseorang terhadap hal-hal tertentu. Misalnya, banyak sekali anggota
masyarakat yang mudah terpengaruh dengan tawaran-tawaran bodong, seperti
pinjaman online palsu, dengan iming-iming hadiah atau bunga pinjaman yang
rendah. Akibatnya, hutang menjadi menumpuk dan perhitungan keuangan menjadi
kacau.
Selain
itu, rendahnya budaya membaca juga bisa mengakibatkan daya nalar dan berpikir
kritis seseorang menjadi menurun bahkan hilang dengan sendirinya. Padahal,
kedua hal itu adalah pijakan utama yang memandu seseorang dalam menentukan atau
memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Contoh akibat
dari hilangnya daya nalar dan berpikir kristis seseorang adalah mudahnya
terpancing provokasi dan didoktrin oleh oknum-oknum radikal. Tidak heran,
banyak anggota masyarakat yang terlena dengan rayuan-rayuan radikal dan
akhirnya terjerumus ke dalam aksi terorisme.
Kurangnya
budaya membaca juga menjadi ancaman bagi generasi yang akan datang. Tanpa budaya
membaca, maka pengetahuan seseorang akan semakin minim dan mudah menimbulkan masalah
bagi generasi yang akan datang. Hal itu juga bisa menimbulkan kemerosotan
intelektual. Kemerosotan intelektual akan menjadi warisan yang berbahaya dan
bila tidak ditangani secara baik, maka akan menimbulkan masalah baru di
masa-masa mendatang.
Mengembangkan
Budaya Membaca Dengan Baik
Pudarnya budaya membaca bukanlah akhir
dari peradaban bangsa, tetapi justru menjadi pemicu untuk bangkit dan berubah
ke arah yang lebih baik. Untuk mengatasi hal ini, upaya pengembangan dan
peningkatan budaya membaca harus dimulai sejak usia dini (kanak-kanak). Seorang
anak harus dibiasakan membaca mulai dari bacaan yang ringan, seperti cerita
rakyat atau dongeng.
Di tingkat satuan pendidikan, kegiatan
membaca harus rutin dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran. Selain itu,
para aktor pendidikan, seperti pendidik dan tenaga kependidikan, harus mampu
memadukan teknologi di dalam upaya mengembangkan budaya membaca, misalnya
mendorong anak-anak didik untuk giat membaca berita online atau e-book.
Kemudian, pemerintah juga harus
memromosikan dan menggiatkan penggunaan Perpustakaan Daerah serta menyediakan
Layanan Perpustakaan Online agar sesuai dengan gaya belajar abad 21. Di samping
itu, organisasi non pemerintah juga harus berpartisipasi dalam mengampanyekan
pentingnya budaya membaca. Jika setiap rumah menjadi sekolah dan setiap tempat
menjadi sarana untuk belajar, maka jayalah Indonesia, sebab hanya dengan budaya
membaca dan pendidikan yang baik, kita dapat membangun bangsa ini sesuai
harapan dan cita-cita bersama. (MDj/red)
0 Comments