Oleh : El Anshary, S.Pd.
(Guru SDN Kojadoi)
CAKRAWALANTT.COM - Dewasa ini, persoalan sampah menjadi polemik di
lingkungan masyarakat. Persoalan tersebut kerap disandingkan dengan aspek
kepedulian dan kesadaran akan lingkungan. Hal itu merujuk pada pola pikir dan
tindakan sebagian masyarakat yang tidak mampu mengolah dan mengelola sampah
secara baik. Akibatnya, sampah rumah tangga hingga umum terbuang secara tidak
teratur sehingga menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pengetahuan dan keterampilan mengolah atau mengelola
sampah pun menjadi aspek penting yang harus dikuasai. Bukan hanya berlaku bagi
masyarakat kategori dewasa, hal itu pun wajib ditanamkan kepada anak-anak sejak
usia dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Pola pikir anak harus
dibentuk sejak dini agar tercipta pandangan yang kritis terhadap
perilaku-perilaku negatif di tengah masyarakat, termasuk kebiasaan membuang
sampah sembarangan.
Di SDN Kojadoi, misalnya, persoalan sampah juga menjadi
perhatian serius yang harus segera ditanggulangi. Sebagian peserta didik kelas
IV belum mampu melihat dampak jangka panjang yang disebabkan oleh pembuangan
sampah yang tidak pada tempatnya. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan pola
pikir mereka yang masih di tahap perkembangan, apalagi berada pada jenjang
pendidikan dasar. Untuk itu, sangat penting dilakukan penanaman sikap kritis
dan peduli terhadap lingkungan sekitar sejak usia dini, sehingga mereka mampu
memilih dan memilah setiap tindakan yang akan diambil, terkhususnya dalam
melihat persoalan sampah di sekitarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, penulis pun menerapkan
gerakan ekoliterasi dan ekobrik dengan mengintegrasikannya pada kurikulum. Gerakan
ekoliterasi lebih berfokus pada bagaiamana peserta didik membiasakan diri untuk
peduli pada lingkungan, sedangkan ekobrik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), diartikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara mahkluk
hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya).
Goleman (dalam Kurniasari, 2019) menjelaskan ekoliterasi
sebagai gerakan yang bertujuan untuk mengintegrasikan kecerdasan sosial
emosional untuk menciptakan pendidikan, sosial, dan kesejahteraan lingkungan
dengan mengurangi kerusakan lingkungan dan menjaga kelestarian alam. Ekoliterasi
menjadi aktivitas pemahaman akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan,
sekaligus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk memperoleh
pengetahuan, nilai-nilai sikap, komitmen, dan keterampilan dalam mengelola dan
melestarikan lingkungan.
Sementara itu, ekobrik merujuk pada pengelolaan sampah
plastik yang terbuat dari botol-botol plastik bekas yang di dalamnya telah
diisi berbagai sampah hingga penuh dan kemudian dipadatkan sampai menjadi
keras. Hasil dari ekobrik dapat digunakan untuk membuat meja, kursi, dan
peralatan lainnya.
Dalam konteks sekolah, penulis mencoba memberikan
edukasi tentang sampah kepada peserta didik dan selayang pandang tentang
gerakan ekoliterasi beserta ekobrik. Penulis menjelaskan definisi sampah,
jenis-jenis dan akibatnya, serta bagaimana cara mencegah dan mengatasi
persoalan-persoalan seputar sampah. Setelah itu, para peserta didik akan
diperkenalkan dengan gerakan ekoliterasi dan ekobrik sebagai bagian dari
peningkatan pemahaman terkait pengelolaan sampah. Ekoliterasi membantu
menumbuhkan sikap dan nilai-nilai dasar ekologis, sedangkan ekobrik mengasah
keterampilan peserta didik dalam mengolah sampah, seperti botol bekas atau
sampah-sampah plastik, untuk dijadikan barang-barang siap pakai yang bernilai ekonomis.
Dalam konteks lingkungan masyarakat, peserta didik
diajarkan untuk sigap dan sedia melakukan aksi-aksi nyata terkait pengelolaan
sampah. Peserta didik diarahkan untuk bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
sehingga lebih efektif dan efisien. Mereka akan menyiapkan karung-karung bekas
dan meletakkannya pada titik-titik krusial di lingkungan masyarakat. Hal itu
dapat memudahkan masyarakat untuk menemukan tempat penampungan sampah terdekat
agar terhindar dari perilaku membuang sampah sembarangan.
Untuk menjaga keberlangsungan upaya tersebut, penulis
akan menyisihkan kesempatan pada hari-hari tertentu agar peserta didik bisa
mengawasi perilaku masyarakat berdasarkan karung-karung sampah yang telah
disediakan sebelumnya. Penulis juga menyisipi beberapa permainan kecil agar
para peserta didik tidak merasa bosan dan jenuh ketika melakukan kegiatan
tersebut. Hal itu juga bermanfaat bagi perkembangan aspek motorik mereka.
Setelah melakukan beberapa hal di atas, penulis pun
menemukan perubahan yang terjadi secara perlahan di kalangan peserta didik dan
masyarakat. Gerakan ekoliterasi dan ekobrik yang diterapkan ternyata mampu
memberikan dampak positif bagi upaya penanggulangan sampah. Peserta didik mulai
terbiasa untuk membuang sampah pada tempatnya serta terampil mengolah
barang-barang bekas (limbah plastik) menjadi barang-barang daur ulang siap
pakai. Meskipun terkesan sederhana, kebiasan-kebiasan tersebut mampu
menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, asri, dan sehat.
Untuk itu, gerakan ekoliterasi dan ekobrik harus
dikembangkan di lingkungan pendidikan guna memanamkan sikap peduli lingkungan
pada anak sejak usia dini. Dengan membiasakan hal-hal kecil dan kreatif, mereka
akan merekam dan mengingkat setiap pengetahuan dan keterampilan yang diberikan
tersebut. Hal itu secara perlahan akan membentuk nilai-nilai sikap dan pola
pikirnya terhadap lingkungan, sehingga dapat membangun komitmen untuk menjaga
keberlangsungan dan kelestarian lingkungan. (red)
0 Comments