Oleh : Sebastianus Ngaga, S.Fil.
(Guru SMP Negeri 1 Mego)
CAKRAWALANTT.COM - Alkitab/Kitab
Suci merupakan buku iman orang Kristen yang berisi tentang pengakuan atas Allah
Yang Esa, eksistensi Allah sebagai Pencipta, Pengampun, Pembimbing dan Penuntun
hidup manusia. Selain itu, Kitab Suci juga berisi mengenai hukum-hukum dan
pesan-pesan moral yang mengatur kehidupan manusia. Sebagai “Buku Iman”, peserta
didik tidak melihat Kitab Suci tersebut sebagai “Buku” yang penting untuk memperdalam
iman akan Tuhan sebagai “Sang Kreator”. Kitab Suci dianggap sebagai buku yang
tidak menarik untuk dibaca dan dipelajari.
Ada
beberapa alasan yang ditemukan seperti peserta didik tidak punya waktu untuk
membaca, tidak tahu harus mulai dari mana, membaca Kitab Suci membuat ngantuk,
membingungkan dan membosankan. Hal lain yang melatarbelakangi masalah tersebut
adalah realitas hidup peserta didik yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan
zaman yang mengakibatkan adanya perubahan sikap maupun mental. Dalam pembahasan
akan ditampilkan strategi membangkitkan motivasi peserta didik dalam membaca kitab
suci dengan metode katekese.
Pembelajaran
Agama Katolik diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik
tentang Kitab Suci. Dengan demikian, salah satu poin penting dalam proses
pembelajaran adalah membaca Kitab Suci atau yang disebut juga dengan Alkitab. Strategi
untuk membangkitkan atau meningkatkan motivasi peserta didik adalah menggunakan
metode katekese.
Katekese
merupakan salah satu bentuk pelaksanaan tugas mewartakan Injil yang diamanatkan
oleh Yesus Kristus (Mat. 28:19-20) (Mrk. 16:15). Katekese adalah pembinaan iman
anak-anak kaum muda dan orang dewasa untuk mewujudkan iman dalam kehidupan
sehari-hari melalui bacaan-bacaan suci dari teks-teks Kitab Suci (https://id.m.wikipedia.org/wiki/katekese.
Diakses pada 24/2/2023, pukul 11:00). Katekese sebagai aksi nyata dalam
mewartakan Injil atau menyampaikan ajaran-ajaran Yesus kepada para pendengar
secara khusus kepada peserta didik sebagai sasarannya supaya hidup mereka
meneladani kehidupan Yesus.
Guru
adalah fasilitator atau pendamping bagi peserta didik dalam katekese sehingga peserta
didik dapat berperan dan berpartisipasi aktif. Guru sebagai fasilitator atau
pendamping perlu menyiapkan perlengkapan seperti Kitab Suci, buku nyanyian
(Madah Bakti, Puji Syukur), alat tulis dan media lainnya seperti laptop dan
proyektor. Tujuan dari media-media tersebut adalah untuk mendukung agar
kegiatan katekese menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.
Selain
fasilitator, peserta didik juga diharapkan untuk membawa perlengkapan alat
tulis (buku dan ballpoint) untuk menulis materi yang diberikan oleh fasilitator,
buku nyanyian (Madah Bakti, Puji Syukur) untuk melihat nyanyian dan Kitab Suci
sebagai sumber iman.
Fasilitator
mengajak peserta didik membuka kegiatan katekese dengan nyanyian dan doa
pembuka. Nyanyian berisi pujian dan syukur seperti lagu “Tuhanlah Gembalaku”
(MB 301). Setelah menyanyikan salah satu lagu pujian atau syukur, dilanjutkan
dengan “Tanda Salib” sebagai tanda kemenangan Kristus dan dilanjutkan dengan
doa pembuka.
Fasilitator
memilih salah satu bacaan dari teks Kitab Suci yang berkaitan dengan materi
pembelajaran seperti materi meneladani karakter dan sikap Yesus sebagai “Sang
Pendoa” dan bacaan dari Mat. 6:5-14 tentang Hal berdoa. Materi pembelajaran
yang menjadi bahan katekese hendaknya sinkron dengan bacaan yang dipilih. Hal
ini untuk memudahkan peserta didik dalam memaknai pesan-pesan yang tersirat
dari teks Kitab Suci dan materi katekese yang disampaikan oleh
fasilitator.
Fasilitator
mengajak peserta didik untuk membacakan secara bersama-sama atau bergantian
dari bacaan teks Kitab Suci yang dipilih misalnya Mat. 6:5-14. Dalam Mat. 6:5-14, Yesus mengajarkan kepada
Para Rasul tentang berdoa yang baik. Berdoa yang baik adalah masuk ke dalam
kamar, tutup pintu dan berdoa (bdk. Mat. 6:6). Berdoa bukan seperti orang
munafik supaya dilihat orang (bdk. Mat. 6:5). Berdoa juga tidak bertele-tele
dengan rumusan kata yang indah, tetapi berdoalah sebagaimana Yesus ajarkan
yaitu doa “Bapa Kami”. Teks bacaan dari Mat. 6:5-14 ini boleh dibacakan
berulang-ulang dengan tujuan agar peserta didik mudah untuk memahami maksud
dari teks tersebut dengan materi katekese yang diambil dari materi pembelajaran
yaitu “Yesus sebagai Sang Pendoa”.
Fasilitator
kemudian membuka ruang dialog di mana fasilitator memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada peserta didik seperti: mengapa Yesus disebut sebagai Sang Pendoa?
Bagaimana sikap berdoa yang baik dan benar? Peserta didik diberi kesempatan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan gaya bahasa dan
pemahamannya masing-masing, misalnya Yesus disebut sebagai Sang Pendoa karena
Yesus adalah Guru dan Tuhan.
Fasilitator
kemudian menyimpulkan jawaban-jawaban dari peserta didik seperti manusia harus
meneladani sikap Yesus dalam hal berdoa dan berdoa yang baik janganlah
bertele-tele, jangan dipamerkan seperti orang munafik yang berdoa di
tikungan-tikungan jalan raya supaya dilihat orang.
Fasilitator
memberi masukan mengenai pesan moral dari bacaan Kitab Suci dengan situasi
konkret yang dialami langsung oleh peserta didik baik di lingkungan sekolah,
Gereja maupun masyarakat. Situasi konkret di sekolah misalnya sebelum dan
sesudah pelajaran harus diawali dan ditutup dengan doa, berdoa Angelus
(Malaikat Allah) pada pukul 12:00. Di lingkungan masyarakat misalnya membawakan
doa saat syukuran ulang tahun. Dalam lingkup Gereja misalnya membawakan doa
umat, doa sebelum dan sesudah bangun tidur, doa sebelum dan sesudah makan.
Artinya bahwa teladan Yesus ini benar-benar diaplikasikan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Pada bagian akhir dari katekese ini, guru sebagai
fasilitator mengajak peserta didik menutup kegiatan katekese dengan doa dan
nyanyian penutup.
Metode
katekese ini merupakan salah satu strategi untuk membangkitkan semangat atau
motivasi peserta didik untuk mendalami Firman Tuhan dalam bacaan Kitab Suci.
Metode ini juga merupakan salah satu cara untuk meminimalisir dan mengatasi kurangnya
minat peserta didik terhadap Kitab Suci yang dipengaruhi oleh faktor negatif
yang lahir dari dalam diri maupun faktor negatif dari luar yakni pengaruh
perkembangan dunia teknologi.
Metode
katekese tentu akan mengantarkan peserta didik lebih dekat dengan Kitab Suci,
lebih banyak waktu untuk membaca Kitab Suci sekaligus mampu menafsirkan dan
menerapkan nilai-nilai luhur dan pesan-pesan moral dari teks Kitab Suci untuk
mengembangkan iman dan kematangan hidup beriman di dalam kehidupan
sehari-sehari.
Metode
katekese ini mampu meningkatkan dan membangkitkan motivasi peserta didik untuk
lebih giat dan rajin membaca Kitab Suci sebagai pedoman iman dan pedoman hidup,
sehingga tingkah laku, etika, dan moral peserta didik menjadi lebih baik dari
hari ke hari sebagai generasi muda penerus bangsa.
Untuk
itu, ketika motivasi membaca Kitab Suci di kalangan peserta didik mulai luntur,
maka Katekese menjadi solusi praktisnya. Metode ini mampu mengantarkan peserta
didik untuk kembali menjadikan Kitab Suci sebagai sumber iman dan pedoman hidup.
Dengan demikian, metode katekese diharapkan mampu menarik kembali minat peserta
didik dalam memperdalam imannya lewat Kitab Suci. (MDj/red)
0 Comments