(Foto: Para peserta diskusi berkomitmen untuk terus memperkuat literasi guna mendukung peningkatan kualitas pendidikan) |
Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Cakrawala NTT menggelar kegiatan diskusi seputar pendidikan, Sabtu (18/2/2023),
di Aula Lantai 3 Pascasarjana Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. Kegiatan diskusi
yang berfokus pada situasi pendidikan saat ini tersebut diikuti oleh beberapa
dosen, guru, praktisi pendidikan, dan awak media. Hal utama yang menjadi tema
diskusi adalah bagaimana meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan dengan
terobosan yang kontekstual.
Pada kesempatan tersebut, Pimpinan Umum Cakrawala NTT, Gusty Rikarno, mengungkapkan
bahwa saat ini, untuk membantu sekolah dalam
proses mengidentifikasi, merefleksi, dan membenahi (meningkatkan
mutu) sekolah, pemerintah telah menampilkan platform
yang menyediakan data laporan hasil evaluasi sistem pendidikan sebagai
penyempurnaan rapor mutu yang sudah ada sebelumnya, yakni rapor pendidikan.
“Platform ini digunakan sebagai acuan untuk mengidentifikasi,
merefleksi, dan membenahi kualitas pendidikan Indonesia secara menyeluruh,
dengan sistem yang terintegrasi. Selain itu, rapor pendidikan dapat dijadikan
sebagai referensi utama dasar analisis, perencanaan, dan tindak lanjut
peningkatan kualitas pendidikan,” ujarnya.
Terkait rapor
pendidikan, Gusty memberikan perhatian terhadap capaian hasil belajar di
Provinsi NTT. Menurutnya, rapor pendidikan di NTT masih tergolong rendah. Hal itu,
tandasnya, harus menjadi keresahan bersama, sebab mutu Sumber Daya Manusia
(SDM) juga dipengaruhi oleh kualitas pendidikan.
Dikutip dari laman https://pusmendik.kemdikbud.go.id/,
rapor pendidikan menampilkan hasil asesmen dan survei nasional suatu Satuan
Pendidikan (Satdik) atau daerah. Satdik dan dinas menjadikan rapor pendidikan
sebagai acuan dalam mengidentifikasi masalah, merefleksikan akarnya, dan
membenahi kualitas pendidikan secara menyeluruh.
Dilihat dari Rapor
Pendidikan Publik, pada jenjang SD/Sederajat, SMP/Sederajat, dan
SMA/SMK/Sederajat di Provinsi NTT, capaian hasil belajar untuk kemampuan literasi
masih berada di bawah kompetensi minimum, kemampuan numerasi juga masih di
bawah kompetensi minimum, dan indeks karakter berada pada taraf berkembang.
Pada capaian hasil
belajar di bidang literasi dan numerasi, kurang dari 50% peserta didik yang
telah mencapai batas kompetensi minimum untuk literasi membaca dan numerasi
(berwarna kuning-cukup). Sedangkan pada indeks karakter, peserta didik terbiasa
menerapkan nilai-nilai karakter pelajar Pancasila yang berakhklak mulia,
bergotong royong, mandiri, kreatif dan bernalar kritis, serta berkebhinekaan
global dalam kehidupan sehari-hari (berwarna hijau-baik).
Rapor pendidikan
publik ini menjadi gambaran mengenai mutu pendidikan suatu wilayah berdasarkan
kerangka penilaian yang dikembangkan dari model input, proses, dan ouput
kinerja atau efektivitas satuan pendidikan. Jika hasil literasi dan numerasi di
satuan pendidikan rendah, maka pihak sekolah dapat menganalisis
indikator-indikator di bagian input dan proses untuk mencari masalah yang
menyebabkan rendahnya literasi dan numerasi.
Mengakarkan Literasi
Lebih lanjut, Gusty
menuturkan bahwa salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki rapor
pendidikan adalah dengan mengakarkan atau memperkuat budaya literasi guna
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal itu, ujarnya, sesuai dengan pergerakkan
Cakrawala NTT yang memang berfokus pada penguatan literasi, terutama di bidang
menulis. Dengan tingginya antusiasme untuk menulis, sambung Gusty, maka
seseorang akan tergerak untuk giat membaca. Membaca dan menulis, tegasnya,
adalah literasi dasar yang bisa menjadi salah satu pijakan untuk menguasai
jenis literasi lainnya.
“Kita tidak sedang
menyempitkan makna dari literasi, tetapi untuk saat ini, Cakrawala NTT berfokus
pada peningkatan budaya literasi membaca dan menulis. Dua hal itu tidak dapat
dipisahkan dan tentunya, kami meyakini bahwa membaca dan dan menulis adalah
literasi dasar yang bisa menjadi salah satu pijakan untuk menguasai jenis
literasi lainnya,” ungkapnya.
Hal itu pun senada
dengan pandangan Direktur Pascasarjana Undana, Prof. Feliks Tans. Menurutnya,
literasi menjadi salah satu aspek yang perlu dikuatkan dan ditingkatkan. Saat ini,
tuturnya, perkembangan dunia pendidikan tengah berlangsung secara pesat seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru dan peserta didik pun dituntut
untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut, sehingga mampu
mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan.
“Upaya itu harus didukung dengan
kesiapan dan persiapan, baik dari segi kecakapan, keterampilan, dan kapasitas
akademis, dari para guru dan peserta didik, serta dukungan dan tindak lanjut
dari para pemangku kebijakan pendidikan dari tingkat pusat hingga daerah. Salah
satu aspek penting yang perlu dikembangkan dan dikuatkan untuk mewujudkan
harapan-harapan di atas adalah literasi,” ungkap Prof. Feliks.
Penguatan literasi telah menjadi gerakan
nasional yang digelorakan pemerintah sejak tahun 2015 dengan dikeluarkannya
Permendikbud No. 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dalam
perkembangannya, lahir juga Gerakan Indonesia Membaca (GIM) yang diinisiasi
oleh Dirjen PAUD Dikmas, Gerakan Literasi Bangsa diinisiasi oleh Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, serta pada tahun 2016, Kemendikbud membentuk Gerakan
Literasi Nasional (GLN) yang bertujuan memayungi, mewadahi, dan memfasilitasi
ketiga gerakan (literasi) sebelumnya.
Mempersiapkan
Generasi Emas
Selanjutnya, Prof. Feliks kembali
menegaskan bahwa penguatan aspek literasi juga berguna untuk mempersiapkan
generasi emas yang telah diproyeksikan oleh Pemerintah Indonesia dan berbagai
pihak pada tahun 2045 mendatang. Generasi emas tersebut, ungkapnya, merupakan
generasi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, berkualitas, dan
berkarakter. Indonesia pada saat itu, tambah Prof. Feliks, diproyeksikan telah menjadi
negara yang maju di usianya yang genap memasuki satu abad atau seratus tahun
berdiri.
“Memang harus dipersiapkan sedari
sekarang dan literasi menjadi salah satu aspek yang bisa mewujudkan
harapan-harapan itu,” tegasnya.
Proyeksi dan estimasi akan terwujudnya
generasi emas Indonesia pada tahun 2045 mendatang juga senada dengan visi besar
Cakrawala NTT, yakni menyambut generasi emas NTT tahun 2050 dengan membangun
budaya literasi. Perbedaan jarak 5 tahun yang terkandung dalam visi Cakrawala
NTT dengan visi besar Pemerintah Indonesia sebenarnya bukanlah persoalan yang
harus diperdebatkan. Cakrawala NTT telah menimbang banyak hal, terutama dengan
misi membangun literasi, di Provinsi NTT, sehingga proyeksi akan terwujudnya
generasi emas NTT dapat terwujud di tahun 2050 mendatang.
Namun, hal ihwal yang patut
diperjuangkan dari kedua visi tersebut adalah bagaimana mempersiapkan generasi
saat ini menjadi literat menuju generasi emas yang diharapkan. Menjadi literat
berarti mampu bersikap dan bertindak secara kritis, kreatif, inovatif, serta
mampu menjawabi segala tantangan zaman sambil mencerdaskan peradaban.
Di akhir kegiatan, semua pihak
bersepakat dan berkomitmen untuk mengakarkan dan menguatkan budaya literasi
guna meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan penguatan literasi, maka rapor
pendidikan bisa semakin menunjukan tren yang positif. Selain itu, kemampuan
literasi, terutama menulis, di kalangan guru dan peserta didik juga bisa
semakin meningkatkan. Atau dengan kata lain, literasi bisa menunjang dan
mendukung peningkatan kompetensi guru serta mengasah kreativitas peserta didik.
Hal itu bisa berdampak pada terciptanya proses pembelajaran yang baik, sehingga
pencapaian hasil belajar pun bisa semakin baik.
Pantauan media, pada kesempatan
tersebut, semua pihak yang hadir akan turut berpartisipasi dalam kegiatan
literasi bersama Cakrawala NTT selama beberapa waktu ke depan. (MDj/red)
0 Comments