Oleh
: Dionesia Rosalia Ladika, S.Pd.
(Guru
IPA SMP Swasta Katolik St. Ursula
Ende)
CAKRAWALANTT.COM - Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau
biasa dikenal dengan istilah sains merupakan
ilmu yang menarik bagi sebagian orang dan juga ilmu yang tidak mudah bagi yang
lainnya. Pada masa lampau, orang yang mampu dalam bidang IPA cenderung dianggap
pintar oleh masyarakat sekitar. Walaupun, tidak dipungkiri sampai saat ini, di beberapa tempat masih terdapat sekelompok masyarakat mempercayai
hal tersebut.
Pada dasarnya, IPA adalah ilmu yang
mempelajari tentang alam dan segala fenomenanya. Menurut Sujana (2013 : 15), IPA atau sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai
alam semesta beserta isinya, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di
dalamnya yang dikembangkan oleh para ahli berdasarkan proses ilmiah. IPA sendiri
terdiri dari tiga bidang ilmu, yakni
Kimia, Biologi dan Fisika.
Masing-masing ilmu memiliki ciri
khas tersendiri. Kimia adalah ilmu
yang mempelajari mengenai komposisi,
struktur, dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta
transformasi dan interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan di
kehidupan sehari-hari. Biologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang mahluk hidup, yaitu manusia, hewan, tumbuhan,
dan mikroba. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang sifat dan fenomena alam
atau gejala alam dan seluruh interaksi yang terjadi di
dalamnya.
Salah satu bentuk interaksi antar
benda di alam ini adalah Gerak Lurus Beraturan (GLB). GLB merupakan salah satu Kompetensi
Dasar (KD) dalam kurikulum IPA
kelas VIII. GLB menjelaskan tentang fenomena gerak benda yang memiliki
kecepatan konstan. Untuk dapat menentukan kecepatan suatu benda konstan atau
tidak, perlu ditinjau dari jarak yang ditempuh dan waktu yang dibutuhkan untuk
menempuh jarak tersebut. Untuk mengetahui itu semua, peserta didik perlu
memahami materi gerak lurus dengan baik
Berdasarkan observasi dan wawancara
terhadap peserta didik
SMP Swasta Katolik St.Ursula Ende, terdapat sebagian besar peserta didik yang mengakui
Fisika sebagai ilmu yang paling sulit dibandingkan 2 bidang ilmu IPA lainnya.
Hal ini disebabkan Fisika bukan hanya berkutat
pada teori atau konsep yang perlu dipahami semata, tetapi juga melibatkan
perhitungan matematika, sehingga dalam memadukan konsep dan perhitungan, dibutuhkan usaha (effort) lebih untuk dapat
memahaminya dengan tepat.
Inilah yang menjadi tantangan
tersendiri sebagai pendidik. Sebagai pendidik yang memandang peserta didik sebagai citra
Allah, para guru dituntut agar selalu
berusaha atau berinovasi untuk terus membantu meningkatkan minat belajar mereka
terhadap IPA,
khususnya Fisika yang dianggap sulit tersebut.
Minat belajar bisa muncul dari rasa nyaman dan bahagia saat belajar. Sebagaimana yang selalu didengungkan
oleh Sr. Maria Goreti Lopa, OSU., selaku Kepala SMP Swasta Katolik St. Ursula Ende, bahwa tujuan
dari hidup adalah bahagia,
maka penulis pun meyakini bahwa peserta didik yang bahagia
bisa mencerna pelajaran dengan baik.
Ketika suatu pelajaran diterima
dengan penuh rasa sukacita,
maka bisa dipastikan materi dari ilmu tersebut dapat meresap dengan baik di dalam otak dan hati peserta didik. Jika sudah
demikian, maka output yang dihasilkan
adalah prestasi belajar yang baik dan kesuksesan di kemudian hari.
Rendahnya minat belajar peserta didik SMP Swasta Katolik St.Ursula terhadap
Fisika bisa dipengaruhi oleh beberapa factor,
misalnya materi Fisika
yang melibatkan konsep dan perhitungan matematis, kurangnya daya dukung dalam mempelajari
materi tersebut, kondisi kelas yang tidak kondusif, dan guru yang terlalu
monoton selama proses pembelajaran.
Pada kenyataan di lapangan, faktor
terakhirlah yang selalu menjadi penentu utama ada tidaknya minat belajar peserta didik. Pendidik
dituntut untuk bisa memformulasikan teori yang dianggap sulit bagi peserta didik agar bisa menjadi mudah bagi
mereka. Pendidik dituntut untuk lebih kreatif dalam menghadirkan/merangkai/merancang alat
bantu untuk membantu peserta didik
dalam mempelajari konsep dalam Fisika.
Pendidik juga dituntut untuk mampu menghadirkan suasana belajar yang kondusif,
yang nyaman,
dan menyenangkan bagi peserta didik
selama proses pembelajaran. Sebagai seorang pendidik yang mengampuh mata
pelajaran IPA di SMP Swasta Katolik St.Ursula Ende, penulis
pun
merasa termotivasi untuk menyelesaikan persoalan yang ditemui.
Untuk meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap mata
pelajaran Fisika, dibutuhkan keahlian
khusus, strategi lebih,
atau alat bantu spesifik yang bisa mengantarkan anak memahami konsep-konsep Fisika tersebut. Salah
satu alat bantu atau media dalam mempelajari IPA adalah Komponen Instrumen
Terpadu (KIT) IPA. KIT merupakan kumpulan beberapa alat laboratorium yang
dipadukan dalam satu kotak sesuai dengan submateri IPA. Penggunaan KIT IPA ini
dapat memudahkan pendidik dalam mentransfer materi IPA kepada peserta didik.
Penulis
melihat adanya reaksi yang berbeda dari peserta
didik ketika proses pembelajaran dari kelas dialihkan
ke laboratorium (lab). Peserta didi
cenderung lebih antusias ketika penulis menawarkan belajar di
lab. Untuk melihat ada tidaknya minat belajar tersebut, awalnya penulis mencoba memberikan lembar Kerja Peserta
Didik (LKPD) yang mengharuskan peserta
didik melakukan observasi sederhana di Lab.
Berdasarkan hasil observasi, ternyata
peserta didik terlihat
antusias untuk belajar di Lab. Peserta didik
memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap setiap barang/alat-alat
lab yang dilihat. Dari pengamatan tersebut, penulis
tertantang pada materi selanjutnya untuk bisa membawa mereka kembali masuk lab.
Ketika proses pembelajaran sampai
pada materi Fisika,
yakni Gerak Lurus Beraturan (GLB), penulis
mengarahkan peserta
didik untuk kembali ke lab IPA. Sebelum itu, penulis telah merangkai KIT
mekanika untuk membentuk suatu rangkaian percobaan sederhana GLB sebelum digunakan peserta didik dalam praktikum.
Saat jam pelajaran IPA, para peserta didik
diarahkan ke lab dan melakukan praktikum sesuai panduan yang diberikan dan ternyata hasilnya luar biasa.
Kegiatan praktikum ini diawali
dengan doa dan pembagian kelompok. Selanjutnya,
para peserta didik
duduk dalam kelompok dan membaca LKPD yang sudah dibagikan. Setelah itu, penulis mengenalkan alat dan
bahan kepada peserta didik.
Kemudian, peserta didik mulai melakukan praktikum sesuai
panduan LKPD.
Adapun langkah-langkah praktikum
sebagai berikut.
Pertama, meletakkan kereta
dinamika dengan motor di atas rel presisi dan jepit ujung kertas dengan
penjepit kereta. Kedua, peserta didik mengukur jarak
dari ujung kereta sampai ke ujung tumpakan berpenjepit. Ketiga, menghidupkan catu daya dengan menekan sakelar
tombol on dan geser sakelar pada
kereta pada posisi low. Keempat,
menekan tombol off kereta dan pada
catu daya saat kereta sudah sampai di ujung rel.
Kelima, cabut pita kertas
dari kereta dan potong pita kertas secara berurutan dimulai dari ketukan ke
lima. Ukur jarak antara titik ke 6-15 menggunakan mistar, lalu diulangi pada titik
ke 16-25, dan seterusnya sebanyak 10 titik. Keenam, catat hasil pada
tabel yang disediakan di LKPD. Potongan-potongan
kertas juga ditempel pada bagian yang disediakan di LKPD. Setelah melakukan
percobaan tersebut, para peserta didik
melanjutkan dengan menganalisis data, dimana mereka melakukan perhitungan
kecepatan menggunakan rumus lalu melengkapi tabel yang rumpang. Ketujuh,
para peserta didik menuliskan
kesimpulan akhir yang
dilihat dari teori yang dipelajari dan data hasil praktikum. Setelah menyelesaikan LKPD, kelompok
diberi kesempatan untuk mempresentasikannya lalu dikumpulkan kepada penulis. Proses pembelajaran
diakhiri dengan refleksi dan doa penutup.
Pada kesempatan refleksi ini, para peserta didik
memberikan tanggapan yang positif atas proses pembelajaran yang berlangsung. Mereka sangat antusias
dan bahagia belajar di lab. Hal ini didukung dengan hasil LKPD yang benar dan
tepat, walaupun ada kelompok yang belum tepat memperoleh datanya, tetapi itu
semua tidak terlepas dari human eror
selama praktikum. Selama proses praktikum berlangsung, penulis mengamati minat
belajar tinggi yang
ditandai dengan keaktifan mereka pada setiap langkah proses pembelajaran,
antusias siswa saat melakukan percobaan, senyum dan tawa mereka saat diskusi
hangat, menjawab LKPD dengan tepat dan benar, penyampaian presentasi yang
rileks, dan akhirnya bermuara
pada nilai yang maskimal saat post-test
atau ulangan.
Dari sini, penulis
mengalami adanya perubahan minat belajar peserta didik ketika belajar
diskusi dalam kelas melalui praktikum dalam Lab. Peserta didik lebih berminat belajar
sambil praktikum dengan media KIT di lab dibandingkan metode diskusi sederhana
di ruang kelas. Sejauh ini, hasil yang penulis amati adalah adanya peningkatan yang signifikan
terhadap minat belajar dan berdampak langsung pada hasil belajar peserta didik pada
materi-materi yang diajarkan melalui praktikum di lab.
Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa peserta didik lebih
berminat pada proses pembelajaran melalui praktikum di lab dengan media KIT
dibandingkan proses pembelajaran dalam kelas. Semua itu tidak terlepas dari
dukungan sekolah yang selalu memfasilitasi kebutuhan peserta didik dalam mendorong
proses pembelajaran di sekolah. Einstein pernah berkata, “Begitu anda berhenti
belajar, anda mulai sekarat”. Belajar dari Einstein, mari kita terus belajar
dan jangan biarkan diri sekarat dalam pendidikan. Maju terus pendidikan NTT
menuju generasi emas tahun 2050. (MDj/red)
0 Comments