Oleh
: Maria Goreti Tunu, S.Ag.
(Guru
SMK Negeri 1 Kota Tambolaka)
CAKRAWALANTT.COM - Setiap pribadi adalah unik adanya. Keunikan tersebut merupakan “harta” yang
dimilikinya sebagai mahkluk yang berakal budi. Keunikan diri tidak hanya
sebatas pada identitas personalnya semata, seperti nama, waktu kelahiran,
gambaran keluarga, daerah domisilisi, dan sebagainya, tetapi lebih daripada itu
semua, yakni menyangkut pertanyaan “Siapakah aku? (Who am I?)”. identitas dan pertanyaan “Siapakah aku?” merupakan
panduan untuk mengenali, mendalami, dan menyelami dirinya sebagai satu pribadi
yang utuh dan sempurna.
Sesungguhnya, setiap orang seharusnya mengetahui bahwa dirinya adalah
pribadi yang unik. Hal itu sudah tertera dalam ajaran setiap agama dan
kepercayaan, termasuk Katolik. Melalui pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di
tingkat satuan pendidikan, Gereja Katolik ingin mengarahkan dan menuntun semua
umatnya, terutama peserta didik, untuk mengenal dan menghargai dirinya sendiri
melalui tema pembelajaran “Aku Pribadi yang Unik”. Tema tersebut menjadi dasar
pijakan bagi para peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menuju gerbang
kesuksesan. Dasar pijakan tersebut juga dapat mengarahkan peserta didik untuk mampu
merencanakan rutinitas dan tujuan hidupnya, sembari membekali diri dengan
pengetahuan, keterampilan, dan pegangan hidup (iman).
Sebagai Guru Pengampu Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik, penulis
menyadari bahwa tema terkait pengenalan diri sebagai ciptaan yang unik harus
didalami secara matang dan seimbang oleh para peserta didik. Peserta didik
harus memiliki kesadaran total akan keberadaannya sebagai mahkluk ciptaan Tuhan
yang berakal budi, bisa berperilaku dengan baik, dan mampu bertanggung jawab.
Dalam hal ini, penulis berfokus pada peserta didik kelas X di SMK Negeri 1 Kota
Tambolaka.
Menurut penulis, peserta didik kelas X SMK Negeri 1 Kota Tambolaka
merupakan individu-individu yang sedang berada dalam masa remaja. Pada masa
tersebut, mereka akan lebih sering mengekspresikan diri secara bebas dengan
berbagai cara. Kebebasan tersebut tentunya berdampak pada dua arah, yakni sikap
atau perilaku yang positif dan negatif. Dalam perkembangannya, para remaja
tersebut kurang menyadari kelebihan dan kekurangannya. Mereka lebih
memprioritaskan penyesuaian diri dengan perkembangan trend atau gaya hidup terbaru, tanpa menyaring dan memilah hal-hal
baru yang diterima.
Di sisi lain, peserta didik yang sedang menjalani masa remaja tersebut juga
cenderung membentuk kelompok (circle)
sesuai dengan keadaan masing-masing. Anak-anak yang memiliki penampilan fisik
dan materi yang memadai akan bergabung bersama kelompok-kelompok yang setara
dengan mereka, sedangkan anak-anak yang mengalami kekurangan dalam penampilan
fisik dan materi akan cenderung mengurung dan berdiam diri sembari membentuk
tembok pemisah. Padahal, sesuai konsep keunikan diri, masing-masing anak memiliki
kelebihan dan potensi yang telah ada di dalam dirinya sejak lahir.
Melihat kenyataan tersebut, penulis pun memberikan dukungan kepada para
peserta didik yang masih tergolong remaja bahwa semua ciptaan Tuhan adalah
istimewa, lengkap, dan tidak memiliki perbedaan yang diskriminatif. Semua
manusia adalah citra Allah, sehingga sebagai mahkluk ciptaan-Nya, para peserta
didik harus bangkit dan berjuang untuk mewujudkan impiannya. Mereka harus mampu
mengungkapkan hidupnya secara positif dan menjadi manusia yang berguna bagi
sesama yang dijumpainya.
Untuk
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik sebagai individu dan khususnya sebagai
pribadi yang unik, maka akan dilakukan observasi
secara khusus di kelas X Teknik
Komputer Jaringan (TKJ) A SMK Negeri 1 Kota Tambolaka. Observasi
adalah cara mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
khususnya dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan tema : “Aku Pribadi
Yang Unik”. Adapun
langkah-langkah yang dibuat adalah dengan menyebarkan angket penelitian dengan
menggunakan metode obsevasi.
Pertama, memulai
dengan pendekatan pribadi dalam bentuk diaolog dari hati ke hati. Misalnya, mulai dengan
pertanyaan, mengapa
anda selalu merasa gugup ketika berdiri di depan kelas? Mengapa anda selalu
menyendiri? Mengapa anda tidak suka bergaul dengan teman yang berlainan jenis
kelamin? Mengapa anda selalu berbicara tidak focus dan Mengapa rasa kepercayaan
diri selalu tidak ada?
Kedua,
melakukan pendekatan keluarga atau kunjungan
keluarga. Dalam kunjungan
keluarga, penulis
akan melakukan sebuah dialog dengan orang tua peserta didik guna mengetahui seberapa jauh
orang tua telah memotivasi
anak-anak mereka untuk mengenal segala kemampuan dan kekurangan yang mereka. Pemberian motivasi orang tua kepada
anak ini dapat dilakukan dengan melibatkan
anak dalam perencanaan keluarga dan menghargai
keberhasilan anak dengan sedikit memberikan pujian entah berupa hadiah atau
sekedar kata-kata.
Ketiga,
melakukan pendekatan
lingkungan. Dalam
kunjungan ke masyarakat
ini penulis dapat menemukan mengapa remaja kurang memahami siapa dirinya. Masyarakat sekitar
selalu mendiskreditkan remaja sebagai manusia yang belum tahu apa-apa. Dari penilaian-penilaian
sejenis yang selalu menganggap remaja sebagai manusia yang belum ada apa-apanya
inilah yang menghantar remaja pada rasa minder dan rendah diri.
Keempat, kerja sama dengan pihak Gereja. Pada umumnya, anak remaja selalu
malas bahkan tidak tertarik untuk hal-hal yang bersifat rohani, seperti ke Gereja mengikuti
perayaan ekaristi atau ibadat, bahkan doa-doa dan katekese sangat tidak
tertarik untuk mereka. Dalam kerja sama dengan Gereja,
penulis akan membantu para remaja untuk membangkitkan rasa percaya diri melalui refleksi terpimpin untuk mengenal
dirinya, dan dapat mengungkapkan dirinya dengan kepercayaan diri yang tinggi
Dengan
melihat hasil dari metode observasi,
anak-anak remaja membutuhkan perhatian, pengakuan, kasih saying, dan doa-doa, baik dari orang tua,
keluarga, masyarakat maupun sekolah,
sebab
membentuk, mendampingi dan membina manusia yang adalah Citra
Allah merupakan tanggung jawab dan panggilan hidup sebagai orang kristiani.
Setiap
orang adalah pribadi yang unik, tidak ada duanya. Ciri fisik, sifat, cara
berpikir dan pengalaman keberhasilan serta kegagalan akan membentuk seseorang
menjadi pribadi yang unik, selain latar belakang keluarga yang mempengaruhi.
Sumber sejati keunikan diri manusia adalah Allah sendiri Yang telah menciptakan
manusia secara khusus dan ajaib.
Lingkungan
sekolah pun ikut berperan penting
dalam membina dan membentuk karakter anak-anak remaja yang sedang bertumbuh dan
berkembang. Setiap pelajaran adalah ilmu pengetahuan yang turut membantu untuk
keberlangsungan hidup manusia.
Seyogyanya, keluarga pun menjadi
tempat belajar, pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya secara baik dan
positif. Keluaraga adalah tempat paling pertama untuk bisa menanamkan
nilai-nilai kehidupan dan cinta yang besar kepada anak-anak yang Tuhan
percayakan kepada mereka, bahkan bisa dikatakan keluarga adalah Gereja
pertama.
Anak
remaja mesti menyadari dirinya sebagai manusia yang berbeda dengan ciptaan
lainnya. Dari cara berpikir, bersikap dan bertindak, anak remaja tidak ragu
menunjukkan diri sebagai pribadi yang tidak sama dengan yang lainnya. Sebagai
seorang pribadi, anak remaja harus menyadari, mengerti dan menerima diri apa
adanya. Dengan demikian,
anak remaja akan semakin mengembangkan diri dan melakukan sesuatu dengan
kesadaran diri, penerimaan, kepercayaan diri dan perasaan diri yang tinggi.
Dengan dasar itu anak remaja dapat mengisi hidup, meraih cita-cita, dan melaksanakan
panggilan Allah. (MDj/red)
0 Comments