Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA

 





Oleh : Anna Dairo, S.Pd.

(Guru SMK Negeri 1 Kota Tambolaka)



CAKRAWALANTT.COM - Kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat penting, tidak hanya untuk membina keterampilan komunikasi, melainkan juga untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Salah satu aspek penting dalam berbahasa adalah membaca. Aktivitas membaca turut memegang peranan penting dalam menyumbangkan generasi-generasi milenial pembawa kemajuan. Tentunya, hal tersebut kembali menegaskan bahwa membaca dapat meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan seseorang (individu).

 

Sejalan dengan pandangan itu, Yunus (2012 : 148) mengatakan bahwa membaca merupakan aktivitas untuk memperoleh informasi yang disampaikan di dalam bahan bacaan. Membaca sebagai sarana untuk mendapatkan informasi sangat mempengaruhi pola pikir seseorang dalam memahami setiap persoalan yang dihadapi. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kemampuan membaca seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kemampuan memaknai persoalan yang dihadapinya dalam belajar.

 

Katakan saja, seseorang yang bisa dan biasa membaca akan memiliki cara pandang yang berbeda dengan orang lain yang bisa membaca tetapi tidak biasa membaca, apalagi yang tidak pernah membaca. Mirisnya lagi, terdapat beberapa kelompok individu yang (bahkan) belum mahir membaca. Hal itu tentu sangat berpengaruh terhadap pola atau cara pandangnya dalam menyikapi persoalan.

 

Persoalan membaca tersebut juga menjadi masalah dalam dunia pendidikan, terkhususnya di lembaga pendidikan SMK Negeri 1 Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya. Pada kenyataannya, minimnya kemampuan membaca akan berdampak besar bagi pelaksanaan Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM). Bagi penulis, hal itu bukanlah perkara baru, sebab telah menjadi tradisi buruk yang mengakar dalam dunia pendidikan. Akibatnya, hasil perangkingan atau urutan prestasi pendidikan akan berada jauh tertinggal di belakang. Meskipun masih terdapat beberapa kelompok siswa yang mampu secara akademis, tetapi fakta juga kerap menampilkan kesenjangan di setiap perolehan hasil pembelajaran.

 

Dalam lingkup SMK Negeri 1 Kota Tambolaka, penulis kerap menemukan persoalan-persoalan mendasar terkait kemampuan membaca, terutama di kalangan siswa kelas X Tahun Pelajaran 2022/2023. Bahkan, terdapat beberapa siswa yang (bahkan) belum bisa membaca. Selain itu, dalam kegiatan pembelajaran misalnya, terdapat beberapa kelompok siswa yang kerap tidak menulis dan mengumpulkan hasil laporan tugas membaca buku. Di sisi senada, para siswa yang mengumpulkan hasil laporan pun kadang disertai dengan rasa keterpaksaan. Hal itu bisa terlihat dari sistematika dan logika dalam substansi hasil laporan yang tidak sesuai dengan arahan.

 

Dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut, berbagai pihak, termasuk guru pengampu Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, akan sering berspekulasi. Apakah siswa tersebut jarang masuk sekolah? Apakah guru yang tidak intens mengajarkan cara membaca? Ataukah mungkin orang tua yang tidak turut andil dalam memperhatikan tumbuh-kembang anak? Ataukan hal itu dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 yang menyebabkan adanya learning loss? Pertanyaan-pertanyaan spekulatif tersebut akan selalu menghantui pikiran banyak pihak.

 

Untuk itu, persoalan ketidakmampuan membaca siswa bukan (hanya) menjadi tanggung jawab guru pengampu Mata Pelajaran Bahasa Indonesia semata, tetapi merupakan tugas kolektif bagi semua guru pengampu mata pelajaran. Atau menurut hemat penulis, penguatan dan pengembangan aspek membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa juga menjadi perhatian penuh bagi peletak dasar pendidikan dan para penentu kebijakan di daalam dunia pendidikan.

 

Jika dicermati, terdapat begitu banyak slogan terkait budaya membaca, seperti “Membaca Buku Membuka Dunia”, “Tumpukan Buku Tak Akan Mengkhianati Masa Depanmu”, dan “Budayakan Membaca Walau Sebentar”. Untaian-untaian kata tersebut sebenarnya ingin menggambarkan bagaimana peran orang tua, guru, masyarakat, pemerhati pendidikan, dan hingga pemangku kebijakan dalam meminimalisir persoalan kemampuan membaca siswa. Namun, untuk menanggulanginya, bukanlah perkara yang mudah, sebab membutuhkan persiapan, upaya, dan strategi yang bersifat edukatif.

      

Berangkat dari persoalan dan uraian tersebut, penulis pun telah melakukan beberapa upaya untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan membaca siswa. Sesuai pengalaman penulis, terdapat beberapa upaya sebagai berikut.

 

Pertama, memberi motivasi agar siswa rajin membaca. Memberi motivasi agar siswa rajin membaca bisa dilakukan dengan cara bercerita bahwa seseorang bisa menjadi cerdas karena rajin membaca atau membiasakan membaca sejak dini sama dengan membiasakan diri mengirim salam untuk sang kekasih yang rindu untuk bertemu.

 

Kedua, meluangkan sedikit waktu sebelum memulai dan menutup kegiatan pembelajaran dengan meminta siswa membaca satu paragraf. Guru senantiasa memberikan ruang dan waktu agar siswa dapat membaca buku apapun selama 5 atau 10 menit. Kegiatan membaca ini dapat dilakukan pada saat memulai kegiatan pembelajaran atau pada akhir kegiatan pembelajaran.

 

Ketiga, memberi tugas membaca buku kemudian membuat laporan kegiatan membaca buku per halaman. Memberi tugas membaca buku kemudian membuat laporan kegiatan membaca buku per halaman sebenarnya merupakan kegiatan awal yang disampaikan guru sebelum memperkenalkan materi apa yang akan diajarkan pada awal semester yang bersangkutan. Kegiatan ini selalu penulis lakukan, tetapi tidak seratus persen dikerjakan oleh siswa, karena belum menganggap membaca sebagai kebutuhan yang hampir sama dengan kebutuhan makan pagi, siang, ataupun malam.  

 

Keempat, memberi tugas membaca buku di perpustakaan sekolah. Memberi tugas membaca buku di perpustakaan sekolah merupakan langkah atau upaya yang selalu dilakukan penulis untuk menyadarkan siswa bahwa sumber bacaan selalu ada di sekitar mereka dan apakah mereka punya niat membaca juga menjadi hal yang digeluti oleh guru selama ini bahwa buku hanya dipegang,  dipandang saja, dan belum sampai memahami apa yang dibaca. 

 

Kelima, memberikan evaluasi kegiatan membaca dengan cara memberi denda atau hukuman apabila membaca salah dengan menambahkan satu paragraf lagi dan memberi reward bagi mereka yang membacanya dengan baik. Cara ini dilakukan penulis untuk mengecek kemampuan membaca siswa, apakah ada kemajuan atau tidak pernah bergeser. Evaluasi   kegiatan membaca tidak hanya memberi denda kepada yang masih kurang, tetapi juga memberikan reward kepada siswa yang membacanya sudah baik.

 

Dari hasil pengalaman penulis, pengimplementasian upaya-upaya tersebut kadang menemui kegagalan dan keberhasilnya masing-masing. Bagi penulis, kegagalan adalah pelajaran untuk melakukan perubahan dan keberhasilan adalah dasar untuk berkembang ke arah yang lebih baik.

 

Karena itu, membaca hendaknya dijadikan sarapan pagi sebelum sarapan yang sebenarnya. Membaca tidak dipandang sebagai suatu yang biasa saja, tetapi harus menjadi sesuatu yang luar biasa. Membaca bukan masalah kesalahan siapa, tetapi membaca adalah masalah bersama, sehingga wajib meminimalisir semua spekulasi. Semua pihak, terutama kelompok guru di lingkungan sekolah, harus menjadikan program penguatan dan peningkatan kemampuan membaca siswa sebagai tanggung jawab bersama.

 

Dengan menyumbang seorang yang dapat membaca saja sudah mengurangi satu keriput di wajah seorang guru. Salam literasi, semoga menyumbangkan setitik senyum untukmu, sesama pahlawan yang tak pernah dianggap pahlawan. (red)


Post a Comment

0 Comments