Illustrasi. |
Kumpulan Puisi Karya Astrivo
Novesa Sulty*
HATIKU TAK BERTUAN
Kurangkai bait ini
menemani aksara yang penuh isak.
Pada hembusan angin aku bercerita
tentang aku yang sedang rapuh.
Aku bagai berjalan di ruang gelap
tanpa secarik cahaya yang menerangi.
Akankah bisa kuhadapi dengan hati yang tak bertuan?
Air mata pun serupa hujan
ketika sebongkah batu datang menindih,
ketika kerikil-kerikil tajam menusuk kaki
di saat aku sedang menelusuri langkah kaki.
Hidupku kini penuh ujian,
hampa terasa, walau keramaian menjamu.
Akankah bahagia datang menjelang?
Sambil menahan rasa sakit yang telah bersemayam
Tapi. . .
akan kucoba ‘tuk bangkit
agar aku dapat keluar dari ruang gelap itu,
walau semua butuh waktu,
kan selalu kutunggu.
HILANG
Sunyi malam
membawa seribu luka yang menganga,
luka, dan
luka yang sangat pekat.
Air mata, bukan air mata bahagia.
Tapi. . .
air mata luka
perih menerima kenyataan ini.
Kenyataan yang tak pernah dibayangkan.
Kau. . .
pergi tanpa pamit,
tanpa jejak,
kenapa?
Sebegitu bencikah Tuhan padaku?
Hingga dia mengambilnya dari pelukanku.
Dia yang selama ini
mengukir indah cinta padaku,
kini. . .
pergi tak beralasan.
Mama. . .
caramu ini perih kurasakan.
Hatiku begitu hancur
melihatmu tidur terlentang
dibaluti kain kafan tak bernoda.
Untukmu, Mama. . .
tenanglah di alam barumu!
Aku akan selalu merindukanmu.
Senyummu, tawamu, celotehmu
adalah alasanku ‘tuk merindukanmu.
PERIHAL HATI
Kutuliskan dalam sajak puisi
tentangku,
tentang aku yang mencintaimu dalam diam.
Aku sangat mencintaimu, sangat
menyayangimu
Kehadiranmu membuatku jatuh cinta.
Kehadiranmu menyemangati dalam setiap langkahku.
Dalam setiap detik, menit, kau selalu menghantui nalarku.
Kau. . . selalu
hadir dalam mimpiku.
Tapi. . .
hadirmu dalam mimpiku
membawa luka yang begitu perih
di kala aku
tahu kalau kau bukan milikku.
Dalam setiap senyuman
yang kau lukiskan untukku
seakan menancapkan duri tajam di hati.
Mungkin. . .
kau terlalu baik untuk kucintai.
Entahlah. . .
aku tak peduli.
Aku akan tetap mencintaimu, menunggumu
sampai aku tak mampu lagi menahan rasa
sakitnya.
SYAIR PILU
Izinkan aku
melukiskan
tentang kisah kita di sini.
Di atas kertas putih tak bermakna ini
ingin kurangkaian
cerita manis
yang pernah kita lalui bersama.
Di sini kita berpijak
melukiskan tentang indahnya persaudaraan.
Dalam setiap lorong kosong
terisi banyak candaan, tawa, juga air mata.
Kebersamaan ini menjadi sejarah
dalam beribu suka pun duka.
Lembah Smansa Pacar
menjadi saksi cerita manis kita.
Kini senjaku sudah mulai sendu
menatap kita yang sebentar lagi berpisah.
Waktu seakan terlalu cepat berlalu
hingga kenangan kita akan menjadi masa lalu.
Rindu itu pasti
mengingat semua kenangan
yang tersisa di setiap
ruang ruang sepi.
Biarlah. . .
semua kenangan ini
menjadi kisah indah di hari nanti.
Hari ini semua cerita
Yang kurangkai bersamamu dalam putih abu
Akan terhapus dan tinggal kenangan
Selamat berpisah.
Semoga waktu mengizinkan
kita bertemu lagi di lain waktu.
GORESAN TERIMA KASIH UNTUKMU
Kutuliskan tentangmu,
tentang cinta yang telah kau ukirkan
dalam sanubariku.
Cinta dan kasih sayang tulus
bagaikan air yang mengalir tiada henti.
Kau. . .
kaulah cinta pertamaku
kaulah motivatorku
kau. . . Sinopati.
Keringat suci bercucur deras membasahi pipi
menahan panasnya sang surya
demi si buah hatimu.
Ayah, di saat usiamu bukan pagi lagi
engkau tak kenal kata lelah,
engkau terus berjuang dan bekerja
lako gula
we,e mane
dempul
wuku tela toni
demi setetes tuak
‘tuk menghidupi anak, istrimu.
Aku tak tau
seperti apakah hidupku tanpamu?
Akankah duniaku terasa gelap?
Ataukah terasa hampa?
Bagaikan sayur tanpa garam.
Ayah. . .
di balik
manisnya senyummu
kau sembunyikan rasa sakit,
kecewa juga marah.
Ayah. . .
terima kasih atas cinta dan pengorbananmu.
Mungkin, terima
kasih ini
tak mampu membalas jasamu.
Namun,
dalam untaian puisi ini
izinkan aku
menyelipkan
kata momang untukmu.
SECUIL SURAT UNTUK AYAH DAN BUNDA
Di ruang sudut yang begitu sepi,
di kala
angin tak berhenti menghembus,
di saat
hujan tak kunjung usai.
Aku menggoreskan tentang kasih.
Di atas
kertas putih tak bermakna ini
cinta kalian begitu tulus,
kasih sayang tanpa balas jasa.
Pengorbanan juga kesabaran
yang begitu besar
telah kalian ukirkan untukku.
Perjuangan kalian terpampang jelas
dalam keriput tulang pipi
yang tak pernah sia-sia dalam hidupku.
Ayah. . .Ibu. . .
kalian adalah mutiara berharga dalam hidupku.
Kalian adalah kado terindah
yang pernah Tuhan
titipkan untukku.
Ayahhh. . .Ibu. . .
aku sangat mencintai kalian.
Terima kasih, kuucapkan.
TERUNTUKMU SANG LENTERA HATI
Kurangkai kata-kata
indah,
kususun bait-bait bermakna
untuk kasihmu yang tiada tara,
untuk kesabaran
yang tak pernah ditelan waktu.
Kaulah seberkas sinar pagi,
kaulah pembuka cakrawala hidupku,
membuka mata hatiku yang buta akan ilmu
menuju masa depan yang gemilang.
tetesan keringat kau cucurkan
dalam setiap atma pejuang mimpi
hingga aku juga mereka
yang mulanya buta menjadi terang.
Tak lekang habis materi
kau selalu berikan untukku.
Jasamu terus mengalir
dalam setiap atma tunas-tunas bangsa.
Semangat perjuanganmu
membuatku jatuh cinta pada sekolah
hingga benih-benih asa
mulai tumbuh dalam sanubariku.
Kini nalarku dihantui keraguan,
bisakah aku menjadi seperti dia?
Mengabdi tanpa pamrih,
mengajar tanpa balas jasa.
Ah. . .
akan kucoba.
Semangat membara dalam hati,
tekad pun semakin kuat
‘tuk melangkah ke taman ilmu.
Walau harus berjalan kaki,
tergelincir oleh kerikil tajam,
menahan panasnya sang surya.
Teruntukmu sang lentera hati,
janganlah resah tuk mengabdi!
Teruslah kibarkan semangatmu!
Untukku, mereka, juga dunia.
NIRWANAKU
Kau adalah tempat yang teduh
di kala aku
merasa sendu.
Pelukanmu begitu hangat
di saat aku terlarut dalam lara.
Ibu. . .
cinta dan kasihmu begitu besar.
Semenjak aku masih dalam kandunganmu
hingga saat ini aku beranjak dewasa,
engkau tetap di sini,
selalu ada buat aku.
Ibu,
kaulah lautan kasih
yang tak bertepi.
Nasehatmu, omelanmu
membuatku tahu
arti kehidupan yang sesungguhnya.
Terima kasih, Ibu
atas semua cinta dan perhatianmu.
Aku sangat mencintaimu.
SEJUTA SYAIR KECEWA
Dalam titik sepi
kulukiskan tentang gelisah jiwa.
Ada gurat-gurat tentang kekecewaan
yang semakin menghantui malam.
Di sini. . .
kututurkan tentang sejuta syair kecewa,
tentang bedanya impian dan realita,
tentang penyesalan yang selalu menikam jiwa.
Ketika aku bercumbu dengan malam,
tak terasa mata air, air mataku menghujan
mengalir dalam setiap relung jiwa.
Di kala malam ditemani hujan
yang tak kunjung usai,
hati pun tak henti ‘tuk merangkai
tentang kecewa tanpa sesal,
tentang rasa perih tanpa luka.
Gendang telingaku terasa sakit
mendengar bisik-bisikan
dari mereka yang menitip asa di bahuku.
Ah. . .
dasar diriku
hanya memberi janji
yang mendatangkan sesal.
Sunyi malam
membuatku rapuh dan gelisah.
Mulutku seakan diam dan membisu
mengecap rasa pahit karena mimpi
hingga pena dan tintaku bercerita
tentang pahitnya realita hidupku.
PAHLAWAN PENDIDIKAN
Semangat berkobar dalam raga.
Walau badan terlihat letih
kau terus berjuang
membebaskan Indonesia
dari kebutaan ilmu.
Kau tak pernah lelah,
kau tak sekalipun mengharapkan imbalan
demi Indonesia
sejahtera.
Kaulah Bapak Pendidikan Indonesia.
Engkau telah melahirkan taman ilmu
‘tuk mengajarkan budi pekerti luhur
dalam setiap diri anak bangsa
hingga Indonesia
bebas dari kesengsaraan ilmu.
Saat ini semua anak bangsa tersenyum lebar
terhindar dari ruang kegelapan
karna sinarmu telah menyinari langkah mereka.
Kini. . .
Indonesia telah maju,
Indonesia berpendidikan,
Indonesia bebas dari penjajah.
Oh, sungguh
mulia jasamu
Ki Hajar Dwantara.
Kuucapkan Selamat Hari Pendidikan!
Jasamu kan selalu dikenang dalam bingkai sejarah Indonesia.
*Astrivo Novesa
Sulty adalah siswa kelas XII IPS SMA
Negeri 2 Macang Pacar, Manggarai Barat. NTT. Astrivo sangat aktif menulis
puisi dan cerpen dalam Komunitas SADANA Literasi SMA Negeri 2 Macang.
(red)
0 Comments