Kumpulan Puisi
Ilustrasi. |
MEREKA
YANG PERGI
Karya:
Maria Leony Putri Monelo
Berjuang demi masa depan yang
cerah.
Tanpa keluh kesah, kau kerahkan
tenaga.
Silau mentari tak menjadi
penghalang cita-cita,
demi merdeka, hidup anak cucu.
Patah semua tulang, rontok semua
gigi.
Luka di badan, bukan masalah
lagi.
Menginjak ranjau, mungkin sudah
takdir.
Dilempari granat, bukan mati
sia-sia.
Kukenang bunyi senjata para
penjajah,
menembak mati tubuh kaku.
Lubang buaya, tempat terakhir,
tengah medan perang, tempat
naasmu.
Berbekal semangat juang,
kau bertarung demi harga mati
NKRI.
Badan tak kembali, tak apalah
sekalipun yang pulang hanya nama.
Pertiwi basah oleh darahmu,
Nusantara merdeka karena peluhmu.
Di pusara tak bernama kubersujud
memohon,
semoga Nuca Lale tenteram selalu.
SENJA
Karya:
Arini N. S. A. Soebaba
Kutatap langit ternyata bukan
lagi mendung,
tetapi penuh warna.
Kau begitu memesona,
Tuhan menciptakanmu dengan
sempurna.
Warna indahmu selalu memanjakan
mata,
memancarkan aura kasih,
membuatku berteman dengan syukur,
hingga berdetak kagum penuh
berkat.
Tetaplah menjadi pesona
untuk selalu aku tatap,
menulis cerita menetap,
hingga satu atap.
BULAN
TINGGAL SEPOTONG
Karya:
Kornelia Matilda Fatima
Udara dingin menusuk tubuh,
ditemani cahaya bulan dan
sekumpulan bintang-bintang.
Dalam kegelisahan hati,
sulit untuk memejamkan mata,
sekalipun selimut malam kini
telah dibentangkan ke muka bumi.
Suasana malam kini kian lenggang,
namun tak cukup mampu meredakan
gemuruh dalam dada.
Semua terasa kelam.
Keletihan tanpa sadar akhirnya
berhasil
memaksa mata terpejam walau hanya
sesaat.
LEONARDUS
Karya:
Yohana Oktaviani Nice
Samar-samarmu masih terbayang
dalam ingatan kami.
Menyakitkan! Itu yang kami
rasakan.
Orang-orang yang mencintaimu
merasa kehilangan,
menelan air matanya sendiri
karena bumi sudah terlalu basah
untuk menelan kucuran air mata
yang meluap hari itu.
Semesta terlalu kejam untuk kami.
Semuanya hanya sia-sia!
Untuk membayangkannya saja, masih
tak sanggup.
Kini, semesta memanggilmu pulang.
Ah! Rasanya waktu terlalu singkat
untuk pertemuan kita.
Entahlah, kami tak tahu apa
rencana Sang Pencipta.
Kamu dipanggil dalam
pangkuan-Nya,
menghilang begitu saja, bagaikan
ditelan ombak.
Jiwamu berpulang dalam sunyi.
Tidak ada pelukan perpisahan,
tidak ada kecupan selamat
tinggal.
Bahkan, tangan pun tak saling
menggenggam.
Tangis kehilangan bergemuruh
seperti guntur.
Pintu kematian terbuka memeluk
jasad
yang tumbang tidak bernyawa oleh
wabah yang melanda.
Leonardus…. Berbahagialah dalam
keabadian.
KEMBALI
Puisi:
Maria Leony Putri Monelo
Matahari pagi menyapa ramah
kepada insan penghuni desa.
Sayup-sayup berkumandang
panggilan hidup
memikat hati para pendengar
agar dapat kembali tegar
dari semua segi kehidupan.
Tak pernah desaku pergi dari
hati.
Riuh kendaraan tak menghalangi
ingatan
pada kampung tempat aku kembali.
Nusa bunga memanggil kembali,
merayu hati melepas gundah.
Tak terbayang, bagaimana aku
kembali
menemani ibu yang membakar ubi?
“Enu, nana, kole ga. Mai hang
tete cama-cama.”
Seperti pepatah lama berkata,
“Hujan emas di negeri orang,
hujan batu di negeri sendiri.”
Tak apa merantau jauh, lepas
tanah air,
asal jangan lupa kembali ke tanah
sendiri.
IBU
Karya:
Kornelia Matilda Fatima
Detakan jantungmu adalah detik
berharga bagiku.
Wajahmu selalu ada dalam lubuk
hatiku.
Suaramu yang lembut, selalu
terdengar di telingaku,
menasihati aku untuk menjadi anak
yang baik kelak.
Engkau adalah cermin hidupku
dan surga ada di telapak kakimu.
Kutatap dirimu, kulihat rambutmu
yang dulu hitam gemilang,
kini mulai memutih seperti pasir
di tepi pantai.
Kulitmu yang dulu kencang kini
mulai keriput.
Kutatap matamu samar-samar,
ada sebuah harapan yang engkau
inginkan.
Kebahagiaanku adalah mimpi
terbesarmu.
Kesuksesanku adalah tonggakmu
untuk berdiri kokoh.
Waktu terus berjalan tak usai.
Kini aku tumbuh dewasa.
Engkau menatapku dengan penuh
harapan dan kebahagiaan.
“Jadilah anak yang sukses!”
Kata-kata itu dilontarkan dari
mulutmu
yang selalu terngiang di telinga
dan kepalaku
Kan kubawa selalu dalam hati.
Aku berjanji akan
membahagiakanmu.
Aku mencintaimu, ibu.
ELISABETH
Karya:
Maria Leony Putri Monelo
Di sini kutulis cerita tentangmu.
Nafas yang tak pernah terjerat
dusta,
tekad yang tak koyak oleh masa,
seberapa pun sakitnya kau tetap
penuh cinta.
Elisabeth....
Tanpa lelah kaulayani kami
dengan segenap rasa di hati.
Tak terjerat sejenak pikiran
lelahmu,
kau terus berjalan di antara
duri-duri.
Elisabeth....
Tak pernah kuharap kau cepat tua
dan renta,
tak pernah kuingin kau lelah
dalam usia.
Selalu kuharapkan kau terus
bersamaku
dengan cinta berikan petuahmu.
Elisabeth....
Kaulah malaikatku,
penyembuh luka dalam kepelikan,
penghapus dahaga akan kasih
sayang.
Sampai kapan pun....
Aku akan tetap mencintaimu.
GURU
Karya:
Regina Yohana Diu
Engkaulah pahlawan tanpa tanda
jasa.
Kau didik hingga aku bisa,
memahami arti dan makna sesuatu,
memiliki harapan dan cita-cita.
Setiap hari di bangku sekolah,
engkau mengajariku banyak hal,
walaupun kadang aku tak mengerti,
kau tetap sabar tuk membuatku
paham.
Guru....
Jasamu akan kukenang seusia
hidupku,
meski tak ada sesuatu yang
spesial untukmu.
Aku akan terus berdoa
agar engkau menua dan menyaksikan
kesuksesanku.
Terima kasih, guru.
Terima kasih pahlawanku.
*Penerbitan karya ini merupakan hasil
kerja sama antara Media Pendidikan Cakrawala (MPC) NTT dan Kantor Bahasa Provinsi NTT.
Redaksi MPC NTT menerima karya sastra
berupa cerpen, puisi, resensi buku dan sebagainya untuk dipublikasikan di Media
Daring cakrawalantt.com dan Majalah Cakrawala NTT (khusus bagi peserta didik
dan mahasiswa). Bagi penulis yang karyanya lolos akan diberikan apresiasi
berupa honor. Karya dapat dikirim ke email redaksimpcntt@gmail.com beserta data
diri, nomor Whatsapp, dan nomor rekening.
0 Comments