Tradisi penangkapan ikan nale. |
Lembata, CAKRAWALANTT.COM - Dalam sebuah
wawancara bersama media ini, Kepala Desa Mingar Pasir Putih, Wenseslaus Bala
Papang, S.Fil mengungkapkan bahwa desa yang dipimpinnya memiliki budaya yang
khas dan telah diwariskan secara turun temurun oleh semua elemen masyarakat.
Salah satunya adalah tradisi penangkapan ikan nale. Tradisi tersebut selalu
dilestarikan oleh Suku Ketupapa dan Atakabelen yang mendiami desa di Kecamatan
Nagawutung tersebut.
“Desa Mingar
Pasir Putih memiliki tradisi budaya yang selalu dirayakan dan diwariskan secara
turun temurun. Tradisi tersebut adalah penangkapan ikan nale yang selalu
dilestarikan oleh Suku Ketupapa dan Atakabelen yang mendiami desa yang terletak
di Kecamatan Nagawutung tersebut,” ujar Wenseslaus kepada media ini, Kamis
(17/2/2022).
Wenseslaus
menuturkan bahwa Desa Mingar Pasir Putih awalnya ditempati oleh Suku Atakabelen
di Lewo Molu (Kampung Mingar). Semua suku asli di Mingar umumnya berasal dari
Selat Marica (Lepanbata). Sebelumnya masuknya Orang Mingar, di kampung tersebut
juga pernah bermukim Suku Ata Iku Labongi (Suku Lewo Kebingin). Sedangkan Suku
Atakabelen dan beberapa suku lainnya berasal dari Lepanbata dan mendarat di
Ongalerek atau Ongaona.
Kepala Desa Mingar Pasir Putih,
Wenseslaus Bala Papang, S.Fil.
Terkait
ritus penangkapan atau pengambilan ikan nale, Wensenlaus menerangkan bahwa
terdapat beberapa tahapan yang perlu dilalui, baik dari tahap persiapan hingga
proses pengambilan ikan nale itu sendiri. Pada tahap persiapan, ujarnya, Kepala
Suku Ketupapa dan Atakabelen akan menjadi penggerak utama kegiatan.
Para kepala
suku akan membuat rumah nale atau koker
pada Bulan Februari setelah diadakan seremonial pemberian makan kepada leluhur
(Serona dan Seruni). Sesajian yang diberikan terdiri atas beras hitam yang disangrai hingga
hangus (ketane) oleh bine dari Suku Ketupapa. Selain itu,
terdapat pula lauk yang terdiri dari sejenis ikan berwarna hitam kecil yang
biasa disebut keposil.
Kemudian,
setelah prosesi pemberian makan kepada leluhur selesai dilakukan, ritus yang
harus dibuat selanjutnya adalah perhitungan. Proses perhitungan akan dimulai
saat purnama pertama di Bulan Februari hingga purnama keenam. Pada hari keenam,
akan terlihat nale melata pada tiang kanan koker. Di pagi harinya, dibuat upacara bawa
ama opu dari rumah adat menuju kampung lama atau lebih tepatnya ke Kuburan Serona dan Seruni di pantai tempat ikan nale tersebut muncul.
Pada malam
purnama keenam, masyarakat akan berbondong-bondong menuju pantai pasir putih untuk membuat api unggun sambil menunggu kepala suku memberikan isyarat
untuk turun ke laut. Sebelum diberikan isyarat, semua anggota masyarakat
dilarang untuk turun ke laut. Apabila hal itu dilanggar, maka pelanggar akan
dikenakan denda berupa satu ekor kambing atau babi. Selama proses pengambilan nale, media penerangan yang
digunakan adalah daun lontar atau kelapa kering yang dibakar sembari masyarakat
meneriakan kalimat “Duli gere-duli gere
lewo rae malu”.
Ikan nale yang telah dikumpulkan.
Setelah
ditangkap, nale kemudian disimpan di dalam sokal
kecil (temenaj) yang digantungkan di
bagian leher dan kemudian dituangkan ke dalm sokal yang besar (sebe nale).
Nale yang terisi di dalam sokal kecil
maupun besar tidak boleh diraba menggunakan tangan agar tidak berubah kembali
menjadi air. Lalu, pada purnama ketujuh (sebe
bao), masyarakat akan turun lagi ke laut sambil diiringi oleh seremonial
adat yang dilakukan oleh kedua kepala suku untuk berpesan agar pada purnama
ketujuh di Bulan Maret, masyarakat bisa kembali turun ke laut.
Untuk
diketahui, jumlah penduduk Desa Mingar Pasir Putih sesuai data Januari 2022 adalah sebanyak 1278 jiwa yang terdiri dari 608 orang
laki-laki dan 670 orang perempuan. Mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani tradisional yang mengandalkan curah hujan dan musim penghujan. Desa
Mingar Pasir Putih sendiri memiliki luas wilayah 1761 Km2. (Rofinus R. Roning/MDj/red)
0 Comments