CAKRAWALANTT.COM - Di masa
pandemi ini, kegiatan tulis menulis menjadi kurang begitu maksimal. Para
pelajar (baca : peserta didik) hanya berkutik pada teknologi, semisal laptop,
komputer, atau gadget. Hal itu sangat berpengaruh pada pola dan kemampuan
peserta didik dalam menuliskan huruf abjad secara baik, indah, dan rapih.
Menuliskan huruf sebenarnya sangat berpengaruh pada kemampuan anak didik dalam
memahami suatu konsep.
Di Taman
Kanak-kanak (TKK) misalnya, anak akan belajar memahami hubungan antara bunyi yang
didengar dengan huruf yang ditulis. Begitupun di bangku kelas V Sekolah Dasar
(SD), seorang anak akan belajar mengenal abjad dengan sendirinya dan melakukan
ekspresi seni. Pada masa itu, menuliskan sebuah kata bisa membantu atau
mendorong seorang anak dalam merangkai ide atau berbagi pengalaman.
Di sisi
lain, terdapat pula sebuah seni untuk menerjemahkan kata melalui displin ilmu
filsafat dan logika. Dalam hal ini, ada 7 cara mengajari anak untuk menulis, yakni
menyediakan alat peraga yang bervariasi, selalu melibatkan anak dalam kegiatan
sekecil apapun, sering mengajak anak untuk berkomunikasi, menggunakan metode
menulis dengan menebalkan, bermain suku kata, serta mendampingi anak dengan penuh
kesabaran.
Selain itu,
pada sisi karakter, terdapat 10 cara mengajari dan melatih anak agar mau
menulis, seperti melatih memegang pulpen dengan baik dan benar, mulai menulis
hal yang paling sederhana, mulai membuat pola tulisan, membiarkan anak mencoret
bukunya, melatih anak untuk menggunakan pensil warna, mewarnai objek
(gambar/tulisan) serta memperkenalkan anak dengan hal-hal yang disukainya.
Membaca dan
menulis sebenarnya berguna untuk menunjang kegiatan akademik anak dan
mengembangkan kemampuan otak anak dalam memahami sesuatu dengan cepat selama 6 tahun pertama (golden age).
Kegiatan menulis dapat melatih otak kiri dan kanan anak sekaligus membuka sisi
kreatif dan intuisi anak. Kegiatan menulis juga bertujuan untuk mengarahkan,
menjelaskan, menceritakan, meringkas dan meyakinkan orang lain melalui isi
tulisan.
Dalam masa
emas (golden age) anak, orang tua
harus mampu memperkenalkan huruf dan angka kepada anak secara perlahan agar
mereka bisa mengingatnya dengan baik pada usia 3-5 tahun. Di sisi lain, anak
juga bisa mengalami kejenuhan dan kemalasan dalam belajar menulis karena adanya
masalah atau gangguan, misalnya anak pengidap ADHD dan disleksia.
Sementara
itu, aktivitas membaca bisa mulai diajarkan pada usia 4-5 tahun melalui
perkenalan pre-reading skills sebagai
dasar-dasar baca dan tulis, seperti mengenal huruf, mengenal angka, mengeja
suku kata, menulis beberapa huruf dan angka, serta sebagainya.
Berangkat
dari hal tersebut, terdapat pula 5 langkah dalam mengajarkan anak membaca tanpa
mengeja, yakni mengenalkan huruf dengan cara yang menyenangkan, mengajarkan
anak menghafal suku kata, mengajak anak membaca buku kata bervariasi, mengajari anak huruf mati, serta melatih anak untuk
membaca kata utuh. Sementara itu, untuk anak disgrafia, terdapat beberapa cara
untuk mengajarinya menulis, seperti menggunakan praktik menulis multisensori, mengganti jenis kertas dan ukuran huruf serta memperkuat pegangan jari
tangan.
Membaca dan
menulis adalah dua hal yang sangat penting, sehingga semua orang harus mampu
meningkatkan kemahiran dan kecakapannya dalam menulis maupun membaca. Menulis
mampu mengasah kemampuan seseorang dalam berbahasa tulis, meningkatkan kualitas
otak seseorang dalam berpikir, serta mampu melatih konsentrasi guna
menghasilkan karya. Selain itu, kegiatan menulis mampu mengintegrasikan
pemikiran, gerakan, dan sensasi pikiran dalam menghasilkan sebuah karya
tulis.
Adapun
teknik dalam menulis harus memperhatikan beberapa hal berikut, yakni mengetahui
jenis tulisan yang akan dihasilkan, mempertimbangkan situasi pembaca dan
orientasi publik, menentukan tema dan ide tulisan, mengembangkan ide, unsur dan
gaya penulisan, serta menyesuasikan tulisan dengan ejaan yang berlaku.
Kegiatan
membaca dan menulis yang intens mampu mempengaruhi tingkat budaya literasi.
Anak didik sudah seharusnya belajar membaca dan menulis sejak dini, sehingga
guru dan pihak orang tua harus memikirkan serta mempertimbangkan cara yang strategis untuk mendampingi anak. Anak
harus dilatih untuk menulis menggunakan pulpen ketimbang laptop, komputer,
maupun gadget.
Akhir kata,
para guru dan orang tua harus mampu menggunakan metode pembelajaran prior knowledge, menggunakan mind mapping, sering memberikan umpan
balik, menerapkan pembelajaran yang melibatkan anak didik secara aktif, menggunakan
self-monitoring, scaffolded instruction, dan reciprocal teaching.
Teks : Tarsisius, S.Fil*
*Penulis adalah Guru SD Swasta Don Bosco Lewoleba
(red)
0 Comments