Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Socrates,
seorang filsuf Yunani pernah berujar, “Hidup yang tidak ditelaah adalah hidup
yang tidak layak untuk dijalani”. Pernyataan Socrates tersebut (mungkin)
merujuk pada refleksi untuk menemukan muara potensi. Refleksi itu mampu
mengantar seseorang ke dalam pemahaman akan dirinya dan tujuan keberadaannya. Telaah-telaah
tersebut sebenarnya mampu menjadikan seseorang sebagai manusia sejati, bukan
seperti seonggok daging yang (hanya) memiliki nama. Proses menelaah tersebut
bisa terjadi secara baik apabila seseorang mampu membangun sebuah budaya
literasi yang baik pula. Melalui budaya literasi yang baik, seseorang mampu
menyelami, memaknai dan mendefinisikan semua peristiwa dengan bijak dan
bertanggung jawab.
Membangun Literasi
Pentingnya
membangun budaya literasi pun menjadi salah satu fokus utama Media Pendidikan
Cakrawala (MPC) NTT. Pada Senin (04/10/2021) sore, tepat pukul 16.00 Wita, Tim
MPC NTT melakukan diskusi bersama Pengurus Gerakan Pramuka Kwartir Daerah
(Kwarda) NTT di Gedung Pramuka NTT. Diskusi hangat tersebut bertolak dari
realitas generasi muda yang “terombang-ombing” oleh arus konvergensi media yang
sarat akan pengikisan nilai. Hal tersebut terlihat dari maraknya penggunaan
gadget oleh generasi pelajar yang sebenarnya masih membutuhkan arahan dalam
proses formasi. Namun, kemajuan teknologi justru menawarkan sebuah belati
bermata dua. Di satu sisi, teknologi memberikan kemudahan untuk menjalani era
digital, tetapi di sisi lain justru melukai penggunanya bila tidak disadari dan
didasari oleh kepekaan diri.
Dua
sisi teknologi tersebut menjadi alasan betapa urgennya penanaman budaya
literasi digital. Pimpinan Umum MPC NTT sekaligus penggiat literasi, Gusty
Rikarno mengungkapkan bahwa generasi muda, terutama usia pelajar memang harus
beradaptasi dengan era digital, bukannya membatasi atau “mengusir” mereka dari
perkembangan zaman. Proses adaptasi itu, tuturnya, harus didasari oleh
kecakapan atau literasi digital yang kuat sebagai pijakan untuk menggunakan
teknologi yang konon memiliki dua mata sisi. Dengan kata lain, Gusty sebenarnya
ingin mendorong generasi muda untuk menelaah diri, memahami diri, dan mengerti
bagaimana menggunakan teknologi digital sesuai kebutuhannya, serta bukan
berdasarkan keinginan.
Konsep
literasi digital tersebut kini menjadi kebutuhan khusus bagi para generasi muda,
terutama para pelajar
yang tengah mengenyam pendidikan. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), literasi digital perlu dikembangkan guna meningkatkan pola
berpikir yang kritis, kreatif dan inovatif. Selain itu, literasi digital juga
mampu mendorong seseorang untuk memecahkan masalah, berkomunikasi, dan
berkolaborasi di tengah era konvergensi media. Dengan kata lain, literasi
digital telah bertransformasi menjadi kecakapan individu dalam menerjemahkan
konten media secara esensial dan eksistensial dengan etis serta bertanggung
jawab. Hal tersebut pun bisa menjadi pedoman dalam berkomunikasi dan
berinteraksi di tengah kehidupan sosial.
Membentuk Generasi
Sementara
itu, Ketua Gerakan Pramuka Kwarda NTT, Sinun Petrus Manuk mengatakan literasi sebenarnya
adalah bagian dari wadah pengembangan karakter. Baginya, generasi pelajar
tersebut akan terbentuk
menjadi generasi yang literat apabila pembinaan karakter bisa terakomodir
secara baik lewat kegiatan-kegiatan literasi. Salah satu wadah pengembangan
karakter, lanjutnya, adalah kegiatan Pramuka.
Ia
juga menambahkan bahwa Pramuka harus mengimplementasikan empat (4) tuntutan masa kini, yakni; menjadi
Gerakan Pramuka yang milenial; Pramuka harus menjadi wadah pembentukan
karakter; Pramuka harus menjadi duta pariwisata; serta Pramuka harus mampu
memerangi sampah. Keempat hal tersebut, sambung Petrus, adalah bagian integral
dari proses penanaman karakter.
Kembali
pada konsep literasi digital, Pramuka juga turut mengambil andil dalam
peningkatan budaya literasi. Bukan tidak mungkin, pengembangan literasi digital
tentunya bisa dikuatkan melalui dunia pendidikan, terutama pada pemanfaatan
kegiatan ekstrakurikuler. Salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang aktif
dilakukan dalam proses pendidikan adalah Pramuka. Pramuka merupakan wadah
pembentukan (formasi) kepribadian peserta didik menjadi manusia Indonesia yang
berilmu dan berkarakter. Sebagai bagian dari kegiatan non pelajaran formal,
Pramuka bisa mendorong penguatan literasi digital yang berbasis pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan pembentukan karakter.
Menuju Generasi Emas 2045
Tidak
terasa, diskusi di sore itu berjalan selama hampir satu setengah jam. Perbincangan
hangat seputar literasi dan peran Gerakan Pramuka dalam menguatkan karakter
generasi adalah dua tema subtantif yang selalu menarik untuk diulas. Proses pendidikan
dan Gerakan Pramuka sebenarnya harus berjalan bersama, sebab pengembangan
intelektual harus disertai dengan penguatan karakter. Tentunya, semua hal
tersebut membutuhkan proses dan waktu yang panjang guna mencapai sekaligus
mewujudkan generasi emas 2045. Artinya, semua konsep, wacana, narasi dan aksi
yang giat dilaksanakan hari ini adalah
pekerjaan idealis untuk membangun sumber daya manusia (SDM) di kemudian hari.
Merujuk
pada pemikiran Socrates sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa penguatan literasi digital adalah
upaya untuk merefleksikan masa lalu, menelaah realitas, dan menata masa depan. Bayangkan
saja, bila “dunia maya” bisa diguncangkan oleh beberapa
generasi pelajar yang bijak,
cerdas, dan literat dengan postingan
media sosial yang berkualitas dan edukatif, maka proses formasi menuju generasi
emas akan mampu menghasilkan SDM unggul di setiap masanya. Selain itu, teknologi
yang dianalogikan sebagai
belati bermata dua bisa digunakan dengan baik tanpa saling melukai, sebab teknologi diciptakan
untuk memudahkan manusia dan bukan “memperbudak” manusia. Oleh sebab itu,
kolaborasi apik harus dibangun dalam nafas sinergitas guna menunjang proses
peningkatan budaya literasi digital tersebut.
Kolaborasi
yang baik untuk menguatkan literasi digital lewat kegiatan ekstrakurikuler
Pramuka tentunya mampu mewujudkan konsep utama pendidikan nasional berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, yakni berkembangnya
potensi peserta didik (pelajar) agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan
demikian, para pelajar sebagai generasi muda mampu mengembangkan diri menjadi
pribadi yang matang dan seimbang di tengah arus digitalisasi lewat penguatan
literasi yang efektif.
Teks
dan Foto : Mario Djegho (red)
0 Comments