Oleh Sarlota N. Sipa
BPC GMKI
Soe
Publik
harus bersikap skeptis terhadap informasi apapun yang beredar. Informasi yang
diperoleh dari media sosial atau grup percakapan di ponsel mesti diverifikasi
lagi.
Dunia
digital tumbuh secara pesat, hal ini terlihat dari berbagai informasi yang
beredar di dunia maya. Internet telah membuat informasi berkembang cepat, dalam
hitungan jam satu topik bisa berkembang luas. Terkadang terdapat informasi yang
belum jelas kebenarannya namun sudah tersebar luas dengan cepat di dunia maya.
Dunia digital
saat ini harusnya digunakan untuk bersosialisasi atau berinteraktif dengan
menyebarkan berita yang positif, sayangnya beberapa pihak memanfaatkannya untuk
menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif.
Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika secara proaktif telah
mengajak masyarakat agar cerdas dalam memberikan respon terhadap informasi yang
tersebar, upaya menguragi penyebaran hoax pun dilakukan dengan menyusun
undang-undang yang mengatur sanksi bagi pengguna digital.
Menurut
Wikipedia, hoax adalah berita bohong, atau informasi yang tidak benar tetapi
dibuat seolah-olah benar adanya. Tujuannya adalah membuat masyarakat merasa
tidak aman, tidak nyaman dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan
mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan dan bahkan salah. Berita
bohong tersebut tersebar dalam bentuk tulisan, foto maupun video, tentu saja
hal ini memberi dampak buruk bagi generasi pengguna dunia digital terutama
kesehatan mental seperti post-traumatic stress syndrome (PTSD),
menimbulkan kecemasan sampai kekerasan. Selain itu hoax juga dapat mempengaruhi
kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah hingga berpotensi
mengancam keutuhan dan kesatuan Negara.
Saat ini
publik mengalami tsunami informasi Covid-19 yang banyak beredar di dunia
digital maupun grup ponsel sehingga membuat publik kesulitan memilih mana
berita yang benar dan mana berita yang bohong. Publik juga menyepelekan
kebenaran dari sebuah informasi dengan menganggap bahwa informasi yang naik ke
media, baik media digital maupun konvensional telah disaring dan telah melalui
proses kontrol kualitas. Hal ini disebabkan informasi tidak lagi diproduksi
oleh media mainstream, melainkan informasi bisa diproduksi oleh siapa saja.
Untuk menghindari dampak buruk berita hoax, masyarakat perlu merespon informasi
pandemi Covid-19 dengan bersikap skeptis terhadap informasi yang beredar di
dunia maya.
Literasi
Digital dan Nalar Kritis
Literasi
digital dan nalar berpikir kritis perlu dibangun. Peran pers pun kian penting
untuk menyediakan informasi terverifikasi. “Info pandemi itu sama bahaya dengan
pandemi karena menghambat penanganan pandemi” Dengan berpikir kritis, kita
dapat menanggapi fakta Covid-19 dengan positif. Hal ini tentunya memberi efek
baik bagi tubuh seperti mempercepat pemulihan kardiovaskular, Ketika mengalami
emosi positif di balik peristiwa yang membuat stress, kita dapat bangkit
kembali dengan lebih cepat dan memiliki waktu pemulihan kardiovaskular yang
lebih cepat. dikatakan bahwa pemulihan kardiovaskular adalah detak jantung yang
lebih rendah dan tekanan darah yang lebih stabil.
Masyarakat
Anti-Fitnah Indonesia mencatat 247 hoaks beredar sepanjang Januari 2021 hingga
22 Juni 2021. Sebanyak 103 hoax di antaranya tentang vaksin covid-19. Sementara
itu kementrian Komunikasi dan Informatika mencatat 8.499 hoax pada 1 Agustus
2018 hingga 22 Juni 2021. Tiga besar isu hoax itu adalah politik (1.252 hoax),
pemerintah (1.702 hoax), dan kesehatan (1.719 hoax) yang mayoritas berkaitan
dengan pandemi Covid-19.
Terkadang
sebagian masyarakat menilai hoax sebagai sesuatu yang masuk akal, hal ini
disesuaikan dengan kondisi emosi dan keyakinan mereka, kepercayaan terhadap
hoax juga dipengaruhi kelelahan masyarakat menghadapi pandemi. Hal ini kemudian
mendorong mereka untuk mencari informasi alternatif yang banyak beredar di
media sosial. Di sisi lain belum semua orang mampu membedakan antara berita
benar dan berita hoax.
“Tidak
semua yang beredar di media digital itu benar. Sisakan 50 persen kepercayaan
anda terhadap suatu informasi. Jika Anda ragu dengan kebenarannya informasi
tersebut jangan dibagikan”. Untuk menjawab apakan informasi tersebut benar dan
sudah terverifikasi, hal ini perlu dipertanyakan karena sebagaimana kita
ketahui penyebaran hoax terbanyak melalui Facebook sebesar 81% dan WhatsApp
sebanyak 56-58%. Publik harus melatih diri untuk melakukan cross check terhadap
suatu informasi atau berita.
Berikut
ini adalah hal yang perlu dilakukan agar tidak termakan hoax, pertama,
hati-hati dengan judul yang provokatif. Hoax sering tersebar dengan judul
sensasional, isi tulisan terkadang diambil dari berita pada media mainstream
tetapi mengubah narasi untuk menciptakan persepsi tertentu. Oleh karena itu
cermatlah jika menemukan judul yang terkesan provokatif, kembangkan berpikir
kritis dengan mencari referensi berupa berita yang sama dari situs terpercaya
kemudian bandingkan keduanya.
Kedua,
cermati alamat situs penyedia berita. Menurut Dewan Pers, di Indonesia terdapat
43.000 situs yang mengklaim dirinya adalah portal berita, namun dari sekian
situs, belum semuanya terverifikasi. Dengan demikian terdapat banyak situs yang
berpotensi menyebarkan berita bohong yang harus diwapadai.
Ketiga,
melakukan fact-check (pengecekan data). Untuk menghindari hoax, bisa
juga dengan melakukan pengecekan data dengan beberapa cara yakni
mengidentifikasi penulis, sudut pandang penulis dalam memuat berita, tanggal
penulisan berita pun perlu diperiksa apakah sudah kedaluwarsa atau berita
terbaru, apakah informasi tersebut berdasarkan fakta atau opini, dan yang
terakhir sumber yang digunakan besar kemungkinan untuk dapat dipertanggungjawabkan
atau tidak. Misalkan dari Polri, tokoh politik atau pegiat ormas, dan
sebagainya.
Keempat,
mengecek keakuratan gambar. Kita tahu bersama bahwa informasi yang tersebar di
media sosial tidak hanya berbentuk teks tetapi juga gambar dan video. Di era
digital ini bukan hanya konten teks yang dapat dimanipulasi, tetapi konten foto
maupun video, adakalanya dimanfaatkan oleh pembuat berita palsu untuk
memprovokasi pembaca. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari
hoax adalah menggunakan fitur google image untuk mengecek validasi gambar
tersebut.
Benar
adanya bahwa untuk menilai kebenaran atau validasi suatu informasi tidaklah
mudah, hal ini dikarenakan banyak hal yang mendasari munculnya suatu berita.
Pada
umumnya berita dijelaskan secara runut dan mengandung unsur 5W + 1H (apa,
kenapa, siapa, kapan,di mana, dan bagaimana). Itu sebabnya keterampilan publik
untuk berpikir logis dan kritis perlu dibangun. Hal ini bisa dimulai dengan
berpikir skeptis dan terus mempertanyakan kebenaran berita, informasi yang
diperoleh dari media sosial atau grup percakapan di ponsel mesti diverifikasi
lagi.
Berpikir
skeptis berarti tidak mudah percaya terhadap hal-hal yang belum pasti
kebenarannya. Manfaat dari berpikir skeptis adalah membuat kita sebagai
pengguna dunia digital menjadi lebih bijaksana dalam menghadapi masalah,
kepuasan batin ketika mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, menghindari
kebiasaan buruk yakni menghakimi orang tanpa bukti, dan yang paling inti adalah
mudah terhindar dari berita hoax.
Foto: Dokumentasi
Penulis
0 Comments