Jawa Tengah, CAKRAWALANTT.COM – Dalam menulis novel sejarah, salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah referensi. Penulis novel sejarah perlu membaca sejumlah rerefensi sebagai bagian dari riset pustaka sebelum menulis novel sejarah.
Hal ini
disampaikan sastrawan Indonesia asal Jawa Tengah, Gunoto Saparie, dalam Bincang
Sastra bertajuk Bedah Novel Bau Karya Gunoto Saparie, yang digelar
secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting, Selasa (13/7/2021).
Menurut alumni
Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (MUNSI) III Tahun 2020 ini, selain
riset pustaka, penulis novel sejarah juga perlu melakukan riset lapangan. Hal ini
penting untuk menghidupkan suasana dalam novel.
Ia
menambahkan, dalam riset-riset tersebut akan ditemukan fakta-fakta sejarah. Sekalipun
demikian, tegasnya, dalam naskah novel yang ditulis, fakta sejarah tersebut
berbaur dengan imajinasi. Jadi, ada perpaduan antara fakta sejarah dan
imajinasi penulis, tuturnya.
Terkait latar
belakang menulis novel sejarah, Gunoto Saparie mengungkapkan, dirinya ingin
mengangkat warna lokal dalam karya sastra khususnya novel. Selain itu, lanjutnya,
ia merasa tergerak untuk menulis novel sejarah sebab belum banyak penulis novel
yang melirik genre tersebut.
“Saya ingin
memberi warna lokal dan mengisi kekosongan novel sejarah. Ada banyak teman yang
menulis tentang sejarah tapi tidak dalam bentuk novel sehingga saya tergerak,”
katanya.
Sementara
itu Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum., yang hadir sebagai narasumber pada kesempatan
tersebut mengungkapkan, novel sejarah memiliki peluang besar untuk diangkat
dalam penelitian di dunia pendidikan. Hal itu, ungkapnya, sangat mungkin sebab
novel sejarah memiliki peran memberikan persepsi bagi pembaca terkait sejarah
masa lalu.
“Menulis novel
sejarah tidak mudah, butuh referensi yang banyak untuk mengkonstruksikan fakta-fakta
sejarah. Lalu, bagaimana peluangnya untuk menjadi bahan penelitian mahasiswa? Saya
pikir itu akan lebih menarik karena bicara sastra dan sejarah, kita bermain persepsi
bahwa apa yang ada dalam sastra bisa diteliti,” tutur Dosen Magister Ilmu
Susastra, FIB Undip Semarang ini.
Ia menambahkan
bahwa kedudukan novel sejarah sebenarnya juga merupakan bagian dari menjaga aset
sosial masyarakat. Aset sosial masyarakat, tegasnya, tidak sekadar pabrik-parik
namun juga cerita, local hero, dan mitor-mitos yang kalau diberdayakan
akan menjadi bagian penting dari sebuah peradaban.
Bincang
Sastra bertajuk Bedah Novel Bau Karya Gunoto Saparie ini
digelar oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Magister Ilmu
Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro. Kegiatan ini
menghadirkan Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum (Dosen) dan Gunoto Saparie (Penulis Novel)
sebagai narasumber, serta Inayati Istiana, M.Hum (Peneliti Sastra KKLP
Pengembangan Sastra BBP Jawa Tengah) sebagai moderator. Kegiatan ini dihadiri lebih
dari 80 peserta terdiri dari dosen, mahasiswa, dan pemerhati sastra.
Teks &
Foto: Robert Fahik/ Balai Bahasa Prov. Jawa Tengah
0 Comments