Oleh Maria Paulina Yunia
Guru SMAN 1
Maumere, Kab. Sikka
Tujuan pendidikan nasional adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang
setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai masyarakat. Untuk
mencapai tujuan dimaksud, peran guru tentu sangat vital. Guru perlu berpartisipasi
untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut melalui tindakan nyata.
Tentang guru, Ki Hajar Dewantara dalam
salah satu refleksi filosofisnya mengatakan bahwa tujuan menjadi guru bukan
untuk meminta sesuatu hak, namun untuk berhamba pada sang anak. Guru mestinya memfasilitasi,
mengarahkan dan berhamba kepada anak, sehingga anak-anak dapat berkembang sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Tak jarang, menjelang akhir pelaksanaan
pembelajaran, ada peserta didik yang masih bermasalah dalam pembelajaran di
kelas, sementara Penilaian Akhir Tahun (PAT) harus segera dibuat untuk
dimasukan ke dalam e-raport. Berbagai pendekatan dan strategi sudah dilakukan
di antaranya dengan menghubungi secara pribadi, membangun komunikasi dengan
orang tua dan melakukan kunjungan ke rumah yang bersangkutan. Namun itu belum
membuahkan hasil.
Terkait hal ini, ada satu contoh kasus
unik yang dijumpai di lapangan saat melakukan kunjungan rumah (home visit)
di salah satu peserta didik. Ibunya sudah meninggal dunia, sedangkan ayahnya
bekerja sebagai pengumpul dan penjual pasir kali di salah satu lokasi di Kota
Maumere. Siswa ini diasuh oleh kakak dari almarhum mamanya yang berprofesi
sebagai guru TK dan mempunyai tiga orang anak laki-laki. Bapak asuhnya saat ini
sedang sakit. Keadaan ini menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap kegiatan
dan aktivitas keseharian anaknya juga intensitas dalam membangun kominikasi
sangat kurang.
Kondisi ini berakibat pada rendahnya
motivasi belajar dari peserta didik tersebut. Ia cenderung enggan belajar. Tugas-tugas
sekolahnya pun tidak dikerjakan dan bahkan berencana untuk berhenti sekolah
karena beberapa faktor penyebab yaitu dari keluarga dan lingkungan teman-temannya
yang selalu mengajaknya untuk jalan-jalan. Dia memilih untuk tidak aktif di
grup kelasnya karena menumpuknya tugas-tugas sekolahnya.
Alasan
Melakukan Aksi Nyata
Cerita tersebut di atas memuat dilema
etika. Di satu sisi, guru/pendidik harus memilih apakah tidak memberikan nilai
kepada peserta didik karena yang bersangkutan tidak mengerjakan tugas.
Konsekuensinya sudah dapat dipastikan murid tersebut tidak berhasil dalam
pembelajaran dan sekolahnya. Hal ini sesuai dengan prinsip rasa keadilan (justice) dimana semua peserta
didik yang belum mengerjakan dan menyelesaikan tugas dalam pembelajarannya seharusnya
tidak mendapatkan nilai. Akan tetapi prinsip ini bertentangan dengan rasa
kasihan (mercy) mengingat kondisi
nyata yang ditemui di lapangan dimana peserta didik yang bersangkutan tidak
mendapatkan haknya sebagai anak dalam hal pengasuhan, pengawasan dan edukasi
dari keluarga dan lingkungan pergaulannya.
Keluarga sebagai salah satu pranata
sosial seharusnya memiliki fungsi afeksi (kasih sayang dan pengasuhan),
pengawasan dan pengendalian sosial dan pendidikan (edukasi). Ini yang tidak
berjalan dengan baik di keluarga peserta didik ini. Jika peserta didik ini
tidak diberikan nilai sehingga tidak bisa melanjutkan pembelajaran dan pendidikannya,
maka masa depannya menjadi taruhan. Tetapi jika dia diberi nilai, maka akan
menjadi preseden buruk bagi sekolah, bahwa tak mengerjakan tugas pun bisa
lulus, sehingga kemungkinan ditiru oleh teman-temannya.
Sebagai pendidik, saya kemudian
mengambil keputusan dengan mempertimbangkan empat (4) paradigma etika, tiga (3)
prinsip pengambilan keputusan dan sembilan (9) langkah pengambilan dan pengujuan
keputusan. Paradigma dilema yang digunakan adalah rasa keadilan melawan rasa
kasihan (justice vs mercy) dan jangka
pendek lawan jangka panjang (short term
vs long term). Prinsip pengambilan keputusan yang diambil adalah berpikir
berbasis rasa peduli. Adapun 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan
dilakukan adalah sebagai berikut:
Pertama,
mengenali nilai-nilai
yang bertentangan. Dalam hal ini adalah adil dengan tak memberi nilai atau
diberi nilai karena kasihan. Kedua, menentukan
siapa yang terlibat dalam situasi ini. Murid, orangtuanya, guru-guru di
sekolahnya dan murid-murid lainnya.
Ketiga,
mengumpulkan
fakta yang relevan. Murid tersebut tidak
pernah mengumpulkan tugas belajarnya, murid tidak mendapatkan pengasuhan dan
pengawasan yang semestinya dari keluarganya. Keempat, melakukan pengujian benar atau salah dengan uji legal, uji
regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran dan uji panutan. Kesimpulannya
tak ada pelanggaran hukum maupun moral tetapi hal ini menjadi tidak etis bila
menjadi konsumsi masyarakat.
Kelima,
pengujian paradigma
benar lawan benar yakni rasa keadilan lawan rasa kasihan dan jangka pendek
lawan jangka panjang. Keenam, melakukan
prinsip resolusi dengan berpikir berbasis rasa peduli. Ketujuh, investigasi opsi trilemma. Meminta kepada bibinya yang
terdekat rumahnya untuk mengambil alih fungsi pengasuhan dan pengawasan
terhadap murid tersebut, memberikan dorongan untuk mengerjakan tugas minimal
satu tugas saja tiap mata pelajarannya.
Kedelapan,
membuat
keputusan: tetap memberikan nilai rapor kepada murid yang bersangkutan dengan
catatan harus tetap mengumpulkan tugas minimal satu.
Kesembilan,
melihat kembali
keputusan dan melakukan refleksi. Meminta rekan sejawat untuk bersama-sama
melakukan refleksi terhadap kasus dilema etika tersebut sehingga jika berdampak
baik bagi murid maka akan ditiru oleh rekan sejawat tersebut.
Selanjutnya, agar pengetahuan dan
praktik baik dalam mengambil keputusan ini bisa ditransfer di lingkungan atau
sekolah, maka melakukan koordinasi dengan pihak BP/BK, menceriterakan keadaan
peserta didik dan latar belakangnya serta memohon bantuan sekolah untuk
memfasilitasi saya untuk melakukan kunjungan ke rumah.
Perasaan
(Feelings)
Perasaan saya ketika harus mangambil
keputusan untuk membantu peserta didik ini lebih dominan kepada kasihan
dibandingkan dengan bahwa saya harus bersikap adil. Kenyataan bahwa ada
beberapa fungsi keluarga seperti fungsi afeksi, fungsi pengawasan dan
pengendalian sosial serta fungsi edukasi yang tidak berjalan baik di
keluarganya dan lingkungan pergaulannya membuat saya berempati pada peserta
didik ini.
Peserta didik ini tidak memiliki
dorongan untuk sekolah karena keadaan orang tua kandung serta orangtua asuhnya. Selain
itu, juga dipengaruhi oleh lingungan pergaulan yang tidak mendorongnya untuk
sekolah. keluarga tidak mengawasi apa yang dilakukannya, tidak mengingatkan
ketika dia menyimpang dari aturan ataupun tidak melaksanakan tugas belajarnya
dan tidak memfasilitasi pendidikan di sekolahnya. Ketika anak ini tidak
mendapatkan hak tersebut di rumahnya seharusnya sekolah bisa merangkulnya untuk
membantunya mendapatkan hak-hak tersebut.
Pembelajaran
(Findings)
Pembelajaran yang didapatkan dalam aksi
nyata pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran ini adalah bahwa
mengambil keputusan tidak bisa berdasarkan insting saja atau berdasarkan aturan
saja. Kita perlu mempertimbangkan kondisi riil yang dialami oleh peserta didik
kita.
Tidak semua peserta didik datang dengan
latar belakang ekonomi, keluarga, lingkungan yang sama. Ketika ada murid yang
tidak mau mengumpulkan tugas untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti yang
kita inginkan, maka kita terlebih dahulu harus mengetahui mengapa dia tidak
melakukan itu? Bagaimana keadaan lingkungan sekitarnya? Apakah ada hal yang
mempengaruhi sikapnya yang kita anggap membangkang terhadap kita? Hal-hal
seperti ini perlu kita telusuri lebih jauh.
Penerapan
ke Depan (Future)
Keterampilan pengambilan keputusan pada
kasus yang mengandung dilema etika dengan mempertimbangkan empat paradigma
dilema etika, tiga prinsip resolusi dan sembilan langkah pengambilan dan
pengujian keputusan harus terus diasah dan dipraktekkan serta direfleksikan
dengan melibatkan kepala sekolah, teman sejawat serta murid-murid sebagai yang
paling terdampak dari keputusan yang kita buat.
Sebagai pendidik, mari mengaktualisasikan
semua harapan dan cita-cita dalam perjuangan nyata agar menjadi penggerak bagi
ekosistem sekolah dan di lingkungan sekitar. Semoga pendidik menjadi obor yang
menerangi dan membawa perubahan besar bagi pendidikan di Indonesia. Tetaplah
menjaga nyala obor itu karena perjalanan kita sebagai pendidik masih panjang.
Pada hakikatnya, perjalanan kita sebagai pendidik tidak akan pernah selesai,
bahkan setelah peserta didik yang kita antarkan dengan perantara nyala obor
kita telah sampai di ujung terowongannya.
Foto: Dokumentasi Penulis
6 Comments
Kontraktor kolam renang palembang
ReplyDeletekontraktor kolam renang surabaya
kontraktor kolam renang jakarta
kontraktor kolam renang medan
kontraktor kolam renang bali
kontraktor kolam renang jogja
kontraktor kolam renang bogor
kontraktor kolam renang solo
kontraktor kolam renang makassar
kontraktor kolam renang yogyakarta
ReplyDeletethis is wonderfull blog kontraktor kolam renang kebumen
ReplyDeleteKami melayani jasa pembuatan kolam renang, renovasi, dan perawatan. Selain itu Kami juga menawarkan berbagai alat-alat kolam renang.
ReplyDeleteKami adalah perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor kolam renang, water boom dan waterpark. Kami adalah tim ahli yang berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik serta kepuasan pelanggan menjadi nomor satu.
ReplyDeleteperusahaan jasa kontraktor kolam renang terbaik di jawa barat melayani pembuata, perawatan dan renovasi kolam renang
ReplyDelete