Saat butiran-butiran embun mengenai kelopak-kelopak daun
Lalu sepenggal demi sepenggal jatuh, menetes dan hilang
Beranjak pergi hingga akhirnya benar-benar tiada sebab pagi lekas berganti siang
Di beranda kediamanku yang lagi diam dalam heningnya
Terdengar bunyi kring… kring… kring… hingga 12 kali
Aku sejenak terpaku dan kutahu saat itu aku harus
sungguh-sungguh hening
Maria menyentuhku seketika dan memaksaku untuk
mendaraskan Ratu Surga
Doa penuh makna lagi dahsyat menerangi hidup menembus
cakrawala
Bunda…. Ibu…. sebutan kelembutan membelai dirinya
Gadis lugu tak berlogo muncul dari penghunian kecil
Jauh dari keramaian lagi tak tersentuh oleh mata
Enggan untuk didekati, tak masuk hitungan bahkan mudah
dilupakan
Gadis itu tumbuh mekar dalam gejolak darah remaja
Dilirik pria sambil mulai juga menarik hati insan
pendamping
Rasa menguasai seluruh afeksi hingga hati benar-benar
jatuh pada kekuatan cinta
Cinta dari keheningan yang menyapuh bersih jarak dan
waktu
Perlahan-lahan hatinya tertambat pada si tukang kayu
Insan pekerja yang lahir dari rahim kesederhanaan
Keduanya menyatu dalam ikatan cinta yang tak lekang oleh
waktu
Di sana terpancar sebuah keabadian kisah kasih yang tak
terkira
Di tengah cinta yang menggelayut menguasai jiwa
Suara roh kudus muncul dari balik keheninagn
Dalam diam tak berisik ia berkata tentang kabar gembira
Pada sejuta rasa yang menanti harinya di ujung kekal
Lantas suara itu mengejutkan bak petir di siang bolong
Mencemaskan namun enggan menggemaskan
Lantaran bersimpuh pada sebuah fakta mengandung tanpa
bersuami
Lekas ada tanya di ujung senja saat malam mulai perlahan
berceloteh dalam gelapnya
Seribu tanya berkecamuk di dada…
Salib mulai dipanggul pada sebuah pijakan tubuh yang
dirudung ketakutan
Ada risiko kalau-kalau ketahuan
Ada aib yang sedang menanti
“Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku seturut kehendak-Mu”
Perjalalanan panjang berada pada beranda depan
Kisah-kasih penuh lika liku mulai berlangkah dalam
tapak-tapak penuh makna
Perjalanan ribuan kilo dimulai menempuh bahaya menghadang
di jalan
Betlehem tempat indah yang sedang manantinya
Hari-hari ditemani kekasih tercinta
Beralaskan lantai hewan disitulah rahimnya bergetar
Seorang bayi lahir dalam kandang hina lantaran penginapan
sunyi enggan menampung
Lekas datang para gembala dengan segala persembahannya
Sujud dalam sembah dan doa yang menyayat hati
Malam tampak sunyi namun hadirnya memecahkan keheningan
itu
Sang Putra lambat laun mulai bertumbuh
Hadir dalam balutan harapan yang menggelora
Sang Putra tersenyum saat ibunda sedang menggenggamnya
dalam hangatnya pelukan
Hari terus berputar semakin menyemarakan keindahan dalam
keluarga
Sampai pada sebuah titik sang putera harus pergi
Rahim Sang Bunda harus rela membiarkan ia pergi untuk
sekian banyak insan
Sang Putra spontan berkata dalam nada-nada yang tegas
Mengapa kamu mencari Aku?
Bukankah aku harus ada di rumah Bapa-Ku?
Mau apakah Engkau dari padaku Ibu?
Hati Sang Bunda sejenak tertegung dan membisu sektika
lantas penuh tanya
Kelembutan
hati lalu meyakini kuasa sang putera buah hatinya
Dalam nada yang halus sang bunda bergumam
“Lakukan saja apa yang diperintahkan kepadamu”
Semuanya perlahan-lahan terjadi dalam kekekalan
Sesuai dengan harapan dan ramalan para nabi
Perjalanana panjang di beranda yang dahulu kemudian
berubah jadi perih
Hati Sang Bunda teriris berdarah
Sebilah pedang akhirnya menusuk jiwanya dalam sebuah
tragedi penyaliban putranya
Hati tersayat dalam butiran-butian air mata hingga habis
dimakan duka
Pekatnya dunia, menenggelamkan rasa sayangnya pada
kelamnya hidup
Di sana Sang Bunda tetap ada dalam sediakalanya saat
putranya erat di pelukannya
Kini Sang Bunda menggendong pada cerita terakhir putranya yang tak bernnafas lagi
Setianya tetap menemani Sang Putra hingga pada makam
Pasrah dalam wajah yang pucat pasih
“Biarlah kehendak-Mu Tuhan yang terjadi”
Ada sejuta doa yang dilantunkan Ibu kepada Anaknya
Akan ada mata air yang hidup di balik air mata yang habis
terbuang
Di sini ada rahim yang selalu mengalirkan rahmat
Tomas
Alfares, M.Pd
Pengawas
Sekolah – Dinas P & K Kabupaten Sikka
0 Comments