Fransiskus Ndejeng Kepala SMPN 1 Komodo |
Menurut
KUBI (2016), "Ego" dapat diartikan sebagai kegiatan berpikir dan
bertindak sesuai dengan kemauannya sendiri, atau berpusat pada diri sendiri.
Tanpa mempertimbangkan orang lain di luar dirinya sendiri. Mengapa? Kalau kita
selalu mempertahankan ego kita masing-masing, maka akan terjadi miskomunikasi
antara kepentingan umum dengan kepentingan pribadi (ego). Egosentris, seluruh
kegiatan berpusat pada kepentingan diri sendiri tanpa mempertimbangkan
kepentingan umum, masyarakat, negara dan bangsa. Misalnya, menanti pelayanan
umum di bank mengikuti nomor urut antrean.
Kita
tentu selalu bersabar dan santun mengikuti tata aturan dengan menjaga ego kita
masing-masing. Tidak memaksa kehendak atas diri orang lain yang memiliki
kepentingan yang sama dalam pelayanan di Bank. Menahan diri ketika kita antrean
di lampu merah untuk tidak menerobosi lampu merah yang sedang menyala. Selain
itu, tidak patuh terhadap aturan berlalulintas di jalan umum.Namun, bagaimana
kita menjaga ego agar mengingatkan orang lain jangan dirugikan. Akibat dari
sikap dan ulah kita yang tidak mempertimbangkan kepentingan umum dan merugikan
orang lain. Timbul kecelakaan sia-sia bagi orang lain yang tidak berdosa akibat
kecerobohan kita.
Tulisan
ini hanya untuk saling mengingatkan di antara kita; bahwa pentingnya menjaga
ego di tengah pandemi virus corona, untuk menyatukan semua ego-ego kita
masing-masing agar terhindar dari meluasnya penyebaran penularan virus corona dari
tengah kehidupan kita. Baik sebagai pribadi, anggota keluarga, tetangga;
kampung, desa,kelurahan, kecamatan, kabupaten, kota, provinsi maupun bangsa dan
negara. Kalau semua kepentingan pribadi kita pandai mengaja ego, maka lambat
laun rantai penyebaran virus corona akan terputus dan sirna dari muka bumi.
Terputusnya rantai penyebaran virus corona, tidak menimbulkan dampak
terpaparnya kita dari infeksi positif dan mematikan. Pada akhirnya kita
cendrung menyalahkan pihak lain; pemerintah, negara dan bangsa yang sedang
mengendalikan ego kita. Kita sendiri sendiri berlaku tidak adil dan jujur terhadap
petugas kesehatan dan pemerintah. Kita cendrung mempolitisasi virus corona dengan
mengais keuntungan politik di tengah keruhnya pandemi corona yang melanda dunia
dan bangsa saat ini. Itu karena sikap ego kita tanpa melihat kepentingan orang
lain yang bersifat kolektif dan kolegial.
Bagaimana
Menjaga Karakter Ego?
Untuk
menjaga pentingnya karakter ego kita masing-masing; ada beberapa langkah
konkrit untuk disikapi dalam kepentingan bersama, yaitu antara lain. Pertama.
Belajar untuk bersimpati pada orang lain. Rasa simpati terhadap orang lain
merupakan hakekat manusia sebagai makhluk sosial, pencinta dan kasih sayang
terhadap sesama. Rasa sayang, toleran, saling memahami dan mengendalikan diri
di tengah menghadapi masalah bersama seperti pandemi virus corona. Kedua, belajar
untuk sabar menerima kenyataan yang dihadapi dalam hidup. Pentingnya belajar
untuk sabar di tengah pandemi virus corona. Berarti kita tidak berdiri sendiri
dan bekerja sendiri tanpa orang lain untuk menghadapi masalah virus corona.
Namun,
kita butuh kesabaran kolektif bersama
dengan orang lain untuk membantu kita. Misalnya tenaga medis dan pemerintah,
kerjasama gotong royong dengan penuh kesabaran dan kesadaran. Lambat laun,
virus corona akan berlalu dari kita. Butuh dukungan dari diri kita
masing-masing dengan penuh kesabaran. Ketiga. Belajar lapang dada. Semua
persoalan akan berakhir dengan
sendirinya dengan belajar lapang dada untuk menerima setiap kenyataan hidup di
tengah masalah. Baik masalah pribadi, maupun masalah kolektif. Bersifat
kenegaraan, kebangsaan dan pemerintahan.
Masalah
sakit; endemi dan pandemi. Tidak bisa kita hindari selain menerima dengan penuh
lapang dada. Memang, akibatnya, terjadi seleksi alam dan seleksi sosial
menghadapi peristiwa ini. Ada dampak positif dan negatifnya. Yang menang dalam
persaingan hidup akan hidup terus
survival. Dan yang kalah dalam persaingan hidup akan mati dan punah (Charles
Darwin). Yang memiliki imunitas tubuh yang kuat dari dalam diri dan asupan gizi
mencukupi tentu akan tetap bertahan
hidup.
Dengan
demikian, hanya manusia yang pandai beradaptasi dengan lingkungan adaptif yang
dapat hidup (Jean Baptiste de Lamarck). Sebaliknya, terjadi seleksi sosial,
ketika kita masing-masing mempertahankan ego, tidak kooperatif terhadap
kepentingan umum, sosial, arahan pemerintah, protokol satuan tugas, tenaga
medis, dan lain sebagainya, bukan tidak mungkin, pada gilirannya kita
terinfeksi virus corona dan menimbulkan kematian secara massal. Seperti di
negara Amerika, Italia, Prancis, China dan India. Keempat. Berprasangka Baik
terhadap Orang Lain. Dalam komunitas bersama tentu memiliki karakter yang
berbeda sejak lahir. Ada ungkapan, bagaikan pinang dibelah dua secara fisik
sama. Tapi, memiliki karakter yang berbeda satu sama lain dalam satu kesatuan
komunitas. Biar dilahirkan dari satu rahim kehidupan yang sama dan dalam waktu
yang sama. Disinilah, letak keegoisan manusia. Namun, ketika kita saling memahami
tentang kehidupan orang lain secara saksama, tentu, kita akan hidup harmonis
dengan orang lain. Masyarakat, pemerintah,
bangsa dan negara.
Pada
akhirnya, pandemi virus corona akan lenyap, hilang ditelan bumi bersama waktu
jua. Semoga kita, dunia dan negara kita tetap dalam lindungan Tuhan Yang Maha
Esa agar dijauhkan dari marah bahaya virus corona. Semoga pahlawan perang
melawan virus corona yang sudah mendahului kita mendapat tempat yang layak di
sisi Allah di Sorga. Semoga bagi para pejuang medis, dokter, sukarelawan, tetap
tabah dan sabar menghadapi tugas mulia untuk menyelamatkan umat manusia. Bagi
kita sekalian sebagai warga masyarakat marilah kita saling meninggalkan ego
kita dan mendukung program pemerintah dan satuan tugas protokol kesehatan
dengan tulus ikhlas memberikan
kontribusi positif demi negara dan bangsa bebas dari pandemi virus corona ini.
1 Comments
Sukaaaaa. Teruslah berkarya
ReplyDelete